Gawat, Industi Tekstil Kritis Dihajar Covid-19 & Kebijakan Jalan Pintas

Oleh : Ridwan | Sabtu, 21 Maret 2020 - 12:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Mewabahnya covid-19 di Indonesia telah memporakporandakan industri tekstil dan produk tekstil  (TPT). Terlebih dengan menurunnya daya beli masyarakat membuat industri ini semakin di ujung tanduk.

Hingga saat ini, beberapa industri tekstil, garmen, dan konveksi di Jawa Barat dan Jawa Timur sudah mulai menghentikan operasi karena demand yang sangat rendah.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Chandra Setiawan mengakui bahwa disaat kondisi wabah Covid-19 market size di dalam negeri menurun tajam.

"Disaat Covid-19 ini mulai mewabah di Indonesia, market sizenya mengkerut sangat drastis," kata Chandra saat dihubungi Industry.co.id di Jakarta, Sabtu (21/3/2020).

Ia berharap pemerintah tidak gagal fokus dengan membuka keran impor lebih lebar dengan cara memberikan relaksasi impor.

"Malah sebaliknya, disaat sekarang ini rakyat perlu pekerjaan, bukan perlu barang murah untuk semakin konsumtif," terangnya.

Menurut Chandra, sebaiknya pemerintah harus melihat struktur industri nasional atau nasional supply chain dari setiap industri, sebelum membuat kebujakan, serta harus melibatkan asosiasi industri yang bersangkutan untuk ikut merumuskan kebijakan yang tepat sasaran.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa selama ini di era perdagangan bebas, pemerintah terlalu berfokus kepada konsumsi sehingga sering kali kebijakan yang diambil lebih ke arah jalan pintas yaitu dengan membuka keran impor.

Selama ini, lanjut Chandra, industri TPT dalam negeri sudah terlalu lama terjebak dengan solusi pintas dengan membuka keran impor, sehingga membuat sektor-sektor industri dalam negeri tidak bertumbuh, malah yang terjadi sebaliknya.

"Perlu di catat bahwa sebelum kita bisa ekspor harus memperkuat penguasaan dalam negerinya terlebih dahulu," papar Chandra.

"Investasi baru di Industri TPT terbilang sangat rendah karena pengusaha membutuhkan ekosistem usaha yang baik, energi yang terjangkau, regulasi yang pro terhadap industri dan cipta lapangan kerja, dan yang paling penting adalah jaminan pasar," jelasnya.

Chandra berharap disaat kritis seperti sekarang ini, negara bersikap semakin melindungi pasar dalam negeri demu kepentingan nasional (nasional's interest) seperti yabg telah dilakukan okeh negara lain selama ini.

"Kurangi ketergantungan kita terhadap negara lain dengan cara fokus kepada integrasi setiap industri dari hulu ke hilir, substitusi impor dan cipta lapangan kerja di negara kita sendiri," tutup Chandra.