Asosisi Desak Pemerintah Konsisten Terapkan Sejumlah Kebijakan Jaga Pertumbuhan Industri TPT di Tengah Pandemi Global

Oleh : Ridwan | Kamis, 19 Maret 2020 - 11:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (ITPT) dalam dua bulan terakhir mulai menunjukkan kemajuan dimana tidak ada penambahan jumlah perusahaan yang tutup maupun mengurangi karyawannya. Hal ini merupakan dampak positif implementasi bea masuk safeguard sementara (BMTPS) dan penutupan sejumlah Pusat Logistik Berikat (PLB). 

Meski demikian, masih terdapat pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah bersama asosiasi agar perbaikan kinerja industri tercapai.

Sejumlah PLB tekstil masih beroperasi dengan basis izin PERMENDAG 77 2019 dimana aktivitas tersebut kontraproduktif dengan upaya memajukan industri. Di tambah lagi, lemahnya pengawasan terhadap barang masuk semakin memperparah situasi sebagaimana terpantau oleh investigasi media nasional. 

"Untuk memelihara momentum perbaikan, kami mendorong pemerintah secara tegas menghentikan arus barang TPT (HS 50-63) melalui PLB dan segera merevisi PERMENDAG 77 2019," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat Dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma G. Wirawasta melalui keterangan tertulisnya di Jakarta (19/3/2020).

Menurutnya, pengenaan BMTPS patut diapresiasi, akan tetapi implementasinya masih kurang efektif karena adanya kebocoran. Di sisi lain, pelaku industri masih wait and see karena ragu atas komitmen pemerintah untuk mem-permanen-kan safeguard (safeguard sementara berakhir pada Maret ini).

"Pasar juga belum terstimulasi karena impor pakaian jadi mulai marak, sehingga tidak ada penambahan permintaan yang berarti kain dan benang," terangnya.

Kombinasi hal di atas membuat produsen belum berani meningkatkan utilisasi produksinya sehingga utilisasi produksi masih terhenti pada kisaran 50% saja. Industri Kecil Menengah (Konveksi) yang memproduksi pakaian jadi menjadi pihak paling terpukul karena impor kembali terjadi di momentum menjelang Hari Raya yang merupakan periode penting penjualan tahunan.

Selain itu, Asosisi Pertekstilan Indonesia (API) mengkritik keras langkah relaksasi impor sektor TPT yang diupayakan sejumlah pihak. Fasilitas impor yang telah ada sudah mengganggu kestabilan rantai industri dimana terdapat insentif yang mendorong aktivitas impor. 

"Relaksasi justru akan memperburuk keadaan perekonomian saat ini dimana turunnya konsumsi masyarakat memperkecil pasar domestic sehingga jika dibanjiri impor akan menghantam keras produksi lokal," kata Jemmy Kartiwa selaku Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) API.

Terkait hal tersebut, lanjut Jemmy, pihaknya mengusulkan agar insentif diberikan kepada produsen dalam negeri sebagai stimulus peningkatan aktivitas produksi yang secara langsung akan menggerakkan rantai perekonomian. Insentif dapat berupa penghapusan PPN sementara dari hulu ke hilir ITPT untuk mendorong peningkatan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sekedar informasi, selama 10 tahun terakhir industri TPT nasional telah terbebani dengan kenaikan biaya produksi seperti tarif listrik, gas, upah karyawan, biaya logistik dan pungutan lainnya serta regulasi lingkungan hidup yang lebih ketat dari negara lain sehingga menambah beban biaya industri. 

Sayangnya aturan tersebut hanya tajam ke dalam karena berbagai kebijakan dan fasilitas justru diberikan untuk impor yang mendisrupsi produk lokal di pasar dalam negeri. Kondisi ini menyebabkan satu per satu industri gugur dan berpindah menjadi importir dan pedagang sehingga mendistorsi investasi baru di industri TPT.

"Kami mengharapkan konsistensi kebijakan ekonomi dari pemerintah untuk tetap mendukung industri dengan menjadikan pasar domestik sebagai jaminan pasar lokal. Secara paralel, upaya peningkatan daya saing untuk meningkatkan efisiensi biaya harus terus dilakukan agar industri TPT bisa memberikan kontribusi berkelanjutan atas PDB nasional sekaligus dapat bersaing di pasar global," tutup Redma.