Kurangi Ketergantungan Bahan Baku Impor, Menperin Dorong Industri Farmasi Hasilkan Produk Substitusi Impor

Oleh : Ridwan | Rabu, 11 Maret 2020 - 19:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Cikarang - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu pengembangan industri farmasi di tanah air agar mampu berdaya saing hingga kancah global. 

Adapun langkah strategis yang perlu dijalankan, antara lain adalah mendorong masuknya investasi untuk memperkuat struktur manufaktur dalam negeri dan menghasilkan produk substitusi impor.

"Kita dorong upaya industri farmasi agar dapat mengurangi impor bahan baku dan menghasilkan substitusinya," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Kawasan Industri Deltamas, Cikarang, Jawa Barat (11/3/2020).

Menurut Agus, industri farmasi merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan dalam pengembangannya, karena diharapkan dapat berperan besar menjadi penggerak utama perekonomian nasional di masa yang akan datang.

Lebih lanjut, Agus menambahkan, pihaknya bertekad untuk terus menumbuhkan sektor industri farmasi di tanah air dengan memperluas akses pasar dan meningkatkan utilisasinya. 

"Kami berharap produk-produk industri farmasi kita bisa terserap optimal di dalam negeri, seperti melalui program Jaminan Kesehatan Nasional. Ini salah satu yang perlu diakselerasi," imbuhnya. 

Selain itu, tambah Agus, Kemenperin juga terus mendorong industri farmasi di dalam negeri agar semakin meningkatan kegiatan risetnya, sehingga dapat menghasilkan inovasi produk yang berdaya saing tinggi. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan permintaan ekspor.

"Kami ingin memperkuat struktur industri farmasi di dalam negeri. Salah satunya melalui kegiatan riset, seperti untuk pengembangan obat herbal," terangnya.

Seperti diketahui, pemerintah telah mencanangkan program akselerasi pengembangan sektor strategis tersebut melalui penerbitan Paket Ekonomi Kebijakan XI yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes). 

Tujuan Inpres ini adalah menciptakan kemandirian industri farmasi dan alkes nasional, sehingga masyarakat memperoleh obat dengan mudah, terjangkau, dan berkesinambungan, tutur Agus.

"Kami mendorong industri farmasi nasional untuk terus berupaya membangun struktur yang dalam dan terintegrasi agar mampu menghasilkan produk-produk dengan inovasi baru dan bernilai tambah tinggi," tegas Agus. 

Oleh karena itu, guna menciptakan tujuan tersebut, diperlukan iklim usaha yang kondusif, ketersediaan bahan baku dan penguasaan teknologi.

Hingga saat ini, kekuatan industri farmasi di dalam negeri, didukung sebanyak 206 perusahaan, yang didominasi 178 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan Multi National Company (MNC), dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Suplai produk farmasi di pasar domestik, mampu dipenuhi oleh produksi lokal sebesar 76%," ungkap Agus.

Kemenperin mencatat, pada kuartal IV tahun 2019, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional mampu tumbuh 18,57% atau melonjak drastis dibanding pertumbuhan kuartal III-2019 yang menyentuh angka 9,47%. Capaian tersebut juga melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 4,97% pada kuartal IV-2019. 

Sementara itu, nilai PDB industri kimia, farmasi, dan obat tradisional pada kuartal IV tahun 2019 mencapai Rp22,26 triliun, melonjak dibanding kuartal III-2019 sebesar Rp20,46 triliun. Berikutnya, sepanjang tahun 2019, nilai ekspor produk industri farmasi dan obat tradisional menembus hingga USD597,7 juta, naik dibanding perolehan di tahun sebelumnya sekitar USD580,1 juta. 

"Artinya, dari capaian-capaian tersebut, industri farmasi merupakan salah satu sektor yang memiliki kinerja gemilang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional," ujar Agus. 

Guna menekan defisit neraca dagang di sektor industri farmasi, Kemenperin memacu tumbuhnya industri di sektor hulu atau produsen bahan baku, karena nilai tambah produk farmasi akan meningkat jika sektor hulu dan hilir terintegrasi. 

"Untuk mengembangkan industri hulu dan penghasil produk substitusi impor, memang perlu investasi. Dalam hal ini, pemerintah telah memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal, di antaranya berupa tax allowance dan tax holiday. Selain itu, serta super tax deduction yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi dan menciptakan inovasi melalui kegiatan R&D," tandasnya.