Jokowi Ngamuk, Industri Besi dan Baja Nasional Babak Belur Diberondong Impor

Oleh : Ridwan | Rabu, 12 Februari 2020 - 13:25 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini, Rabu (12/2/2020), menggelar rapat terbatas kedua bersama para menterinya khusus untuk membahas ketersediaan bahan baku bagi industri besi dan baja.

Dalam ratas tersebut, Presiden Jokowi meminta para menterinya untuk menyelamatkan industri baja dan besi dalam nageri. Pasalnya, selama ini industri tersebut sudah babak belur menghadapi serbuan produk impor besi dan baja dari luar negeri.

"Kita tahu industri baja dan besi merupakan salah satu industri strategis nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur," ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

Dalam dokumen Krakatau Steel 2020: Penguatan Industri Baja Domestik, impor baja 2019 berasal dari China, Jepang, Korea, Taiwan, dan Vietnam. Lima negara itu memasok kurang lebih 90% baja impor ke Indonesia.

Baja jenis HSM atau Plate Mill pada 2019 impornya mencapai 2,1 juta ton dari 2,3 juta ton yang dapat dipenuhi domestik. Pemasok utama jenis baja ini adalah China yang mencapai 700 ribu ton, Vietnam memasok sampai 200 ribu ton.

Untuk jenis baja CRM, ada 0,4 juta ton yang diimpor dari 1,5 juta ton yang dapat dipenuhi pasar domestik. Pemasok utama baja impor ini adalah Jepang dengan volume sampai 700 ribu ton, sedangkan Vietnam memasok 100 ribu ton.

Sedangkan baja impor jenis GIS/GAL impornya mencapai 0,7 juta ton dari 1,5 juta ton yang dapat dipenuhi produsen dalam negeri. Pemasok utama baja impor jenis ini adalah China dan Vietnam. Lalu ada baja bar dan section, yang impor 0,6 juta ton dari 0,6 juta ton yang dapat diproduksi di dalam negeri. China memasok 380 ribu ton, dan Vietnam 20 ribu ton.

Pada umumnya baja-baja impor itu lebih murah 15-35% dari produk lokal. Secara keseluruhan lonjakan impor baja di Indonesia setiap tahun dalam tren meningkat, pada 2015 impor baja masih 5,2 juta ton, lalu pada 2019 menembus 6,9 juta ton.

Impor baja yang deras ini berdampak pada tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang produksi (utilisasi) pabrik-pabrik baja di dalam negeri yang rendah. Bahkan dampaknya pada penutupan pabrik.

Catatan The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) ada beberapa faktor menyebabkan derasnya masuk baja impor

Pertama, Permendag No. 110 tahun 2018 tentang ketentuan impor besi baja dan baja panduan dan produk turunannya, yang sebelumnya diatur pada Permendag No 22 tahun 2018, yang menyebabkan penghapusan pertimbangan teknis sebelum impor baja. Hal ini menyebabkan impor baja semakin mudah dan tidak ada sistem kontrol izin impor.

Kedua, praktik menghindari terutama dalam impor baja, antara lain praktik pengalihan pos tarif impor (HS Code) baja karbon menjadi paduan. Selain itu, baja karbon untuk konstruksi dialihkan menjadi baja paduan dengan harga yang lebih murah dari baja karbon.

Harga baja paduan impor dari China sangat murah karena mendapatkan keunggulan tax rebate atau insentif bagi para eksportir sebesar 9%-13%. Negara pemasok baja impor khususnya China terhindari dari bea masuk anti dumping 20% karena ada perdagangan bebas ASEAC-China atau ACFTA.

Ketiga, kebijakan Trump yang memicu perang dagang membuat produk-produk baja impor China yang biasa masuk Amerika Serikat (AS) tak bisa masuk lagi, sehingga ada pengalihan pasar ke Asia Tenggara.

Keempat, hadirnya perdagangan bebas, membuat bea masuk umum atau most favoured Nation (MFN) untuk produk baja telah diturunkan dan sampai 0%.

"Ini tentu saja menjadi salah satu sumber utama defisit neraca perdagangan kita, defisit transaksi berjalan kita. Apalagi baja impor tersebut kita sudah bisa produksi dalam negeri. Oleh sebab itu utilitas pabrik baja dalam negeri sangat rendah dan industri baja dalam negeri menjadi terganggu," tambahnya.

Jokowi menekankan bahwa kondisi ini tidak bisa terus dibiarkan. Dia meminta para menteri melakukan upaya untuk mendorong industri besi dan baja nasional agar semakin kompetitif dan meningkatkan kapasitas produksinya dengan melakukan pembaharuan teknologi permesinan terutama untuk BUMN.

Jokowi juga meminta agar dikalkulasikan dampak dari impor baja dan besi terhadap kualitas maupun persaingan harga dengan produk dalam negeri. Sebab dia yakin produk besi dan baja yang impor kualitasnya lebih rendah.

Untuk itu dia meminta industri dalam negeri memanfaatkan kebijakan non tarif dan mengikuti penerapan SNI. Menurut Jokowi jika penerapan SNI dilakukan sungguh-sungguh akan menghambat masuknya impor besi dan baja.

"Penerapan SNI dengan sungguh-sungguh, sehingga industri baja dalam negeri dan konsumen dapat dilindungi. Dengan justru pemberian SNI yang dilakukan secara serampangan hingga tidak dapat membendung impor baja yang berkualitas rendah," ujarnya.

Namun, lanjut Jokowi, itu saja tidak cukup. Perlu dilakukan perbaikan terkait penyediaan bahan baku untuk menunjang kebutuhan industri besi dan baja dalam negeri.

"Pertama perbaiki ekosistem penyediaan bahan baku industri baja dan besi mulai dari kestabilan. Penyediaan bahan baku industri bahan baku hingga komponen harga gas yang perlu dilihat secara detil," tegasnya.

Jokowi juga meminta agar dikaji kebijakan yang mengatur importasi besi tua atau besi bekas alias scrap. Selain untuk melindungi industri dalam negeri juga untuk memperhitungkan aspek pelestarian lingkungan hidup.