Dampak Corona Virus ke Pasar Saham Semakin Terbatas

Oleh : Herry Barus | Senin, 03 Februari 2020 - 16:28 WIB

INDUSTRY.co.id -  Jakarta – Setelah sejumlah ketidakpastian ekonomi yang berasal dari global, memberi tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia, dalam beberapa minggu terakhir penyebaran virus corona turut mewarnai sentimen di pasar khususnya terhadap pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) telah terkoreksi sebesar 3% sejak awal tahun hingga saat ini.

 Selain China, novel coronavirus (nCoV) telah menyebar ke 19 negara lainnya termasuk ke Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Sri Lanka, Nepal, Uni Emirat Arab, Australia, AS, Kanada, Jerman, Prancis, Finlandia, dan yang terkini Filipina, India dan Italia juga sudah mengkonfirmasi adanya penyebaran, sehingga badan kesehatan dunia WHO telah menetapkan keadaan darurat international terkait virus corona, yang telah menewaskan 171 orang di China.

 Menurut Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi, penyebaran virus corona yang begitu cepat sempat membuat sejumlah investor wait and see terhadap penyebarannya di Indonesia, namun dengan langkah-langkah pencegahan serta gerak cepat pemerintah melakukan observasi terhadap sejumlah orang yang diduga terjangkiti, membuat sentiment virus ini terhadap pasar saham mulai terbatas.

 ‘’Dengan koreksi saham yang telah terjadi, sekarang adalah saat yang tepat untuk kembali masuk ke pasar saham dengan nilai valuasi yang wajar,’’ ujar Lucky Ariesandi. Bila melihat pengalaman di masa lalu ketika terjadi penyebaran virus SARS pada 2003 dan Flu Burung selama 2005 - 2007, tidak ada dampaknya baik bagi pasar saham maupun obligasi, kami percaya hal yang sama juga akan terjadi, papar  Lucky lebih lanjut.

 Virus yang bermula dari Wuhan ini memang akan mempengaruhi komoditas global karena China adalah importir terbesar untuk batubara, nikel, tembaga, importir terbesar kedua untuk gas dan emas, serta importir terbesar ketiga untuk CPO. Sehingga bila penyebaran virus ini berkepanjangan, akan berpengaruh terhadap harga komoditas tersebut, juga bagi ekspor Indonesia yang sekitar 30% adalah kontribusi dari ekpor non-migas.

 Sedangkan dampaknya bagi impor Indonesia juga tidak akan besar karena perusahaan besar yang berada di Hubei yang terkait dengan Indonesia seperti Yangtze Optical Fible and Cable (YOFC) dan Xiaomi, kedua perusahaan ini telah memiliki fasilitas perakitan di Indonesia. Sebenarnya pandemic virus ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi karena kompetisi dari Cina berkurang terutama untuk baja dan serat optic.

 Sektor yang kemungkinan akan memberi dampak cukup besar bagi perekonomian domestik adalah pariwisata, sebab data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan wisatawan China memberi kontribusi sekitar 12% terhadap total wisatawan asing yang datang ke Indonesia hingga Oktober 2019. Rata-rata kedatangan wisatawan China ke Indonesia setil pertama sekitar 532.000 orang, pada kuartal pertama selama periode 2017 – 2019 atau secara total sekitar 2 juta wisatawan stiap tahunnya.

 

Sejak merebaknya nCoV, pemerintah China telah menghentikan sejumlah rencana perjalanan ke luar negeri, yang tentunya akan mempengaruhi pendapatan pariwisata Indonesia pada kuartal pertama. Data dari Bank Indonesia yang berada di Bali memperlihatkan, rata-rata seorang wisatawan China menghabiskan sekitar Rp 9,7 juta setiap kedatangan di Bali pada 2018. 

 ‘’Biasanya turis dari China lebih suka datang pada kuartal pertama dan ketiga, dengan kasus ini, bila kedatangan wisatawan China berkurang sekitar 50% saja, kira berpotensi kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata sekitar Rp 2,5 triliun,’’ terang Lucky. Pada akhirnya, hal ini bisa berpengaruh terhadap defisit transaksi berjalan, tambahnya.