Gelar Ratas, Jokowi Dibuat Kesal Harga Gas Industri Masih Mahal

Oleh : Ridwan | Senin, 06 Januari 2020 - 17:13 WIB

INDUSTRY.co.id -Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan sejumlah menteri dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020. Dalam pengantarnya, ia mengeluhkan harga gas yang masih mahal kendati sering dibahas di tingkat pusat.

"Sudah beberapa kali kita berbicara mengenai ini, tetapi sampai detik ini kita belum bisa menyelesaikan mengenai harga gas," katanya.

Saking kesalnya, Presiden mengatakan sempat ingin bicara kasar. "Saya tadi mau ngomong yang kasar tapi enggak jadi," tuturnya.

Dia menjelaskan gas bukan sekadar komoditas melainkan modal pembangunan untuk memperkuat industri nasional. Alasannya ada tujuh sektor industri yang menggunakan 80 persen volume gas Indonesia. "Ketika porsi gas sangat besar pada struktur biaya produksi, maka harga gas akan sangat berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia. Kita kalah terus produk-produk kita gara-gara harga gas yang mahal," tegasnya.

Ia memerintahkan kementerian terkait mencari sumber-sumber yang menyebabkan harga gas di Indonesia mahal. Selain itu, Jokowi meminta laporan tentang pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. "Apakah ada kendala-kendala di lapangan terutama di tujuh bidang industri yang telah ditetapkan?" tanyanya.

Menurutnya, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk menurunkan harga gas. Pertama, kata dia, mengurangi atau menghapus jatah pemerintah yang sebesar US$ 2,2 per mmbtu. Kedua, memberlakukan DMO untuk diberikan ke industri. Ketiga, bebas impor untuk industri.

"Ini sudah sejak 2016 enggak beres-beres. Saya harus cari terobosan, ya, tiga Itu pilihannya. Kalau tidak segera diputuskan, ya akan gini terus. Pilihannya, kan, hanya dua: melindungi industri atau melindungi pemain gas," tutur Jokowi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Menurutnya, harga gas bumi untuk industri tidak boleh melebihi USD 6/MMBTU, agar industri dalam negeri bisa memiliki daya saing yang lebih tinggi.

Diakui Menperin, pihaknya terus berupaya agar implementasi Perpres 40/2016 bisa terlaksana. "Persoalan ini telah menyita perhatian banyak pihak, oleh karenanya kami akan terus kawal sampai implementasi Perpres 40/2016 benar-benar terlaksana," tutup Menperin.