Apersi Minta Pemerintah Lebih Kreatif Kembangkan Skema Pembiayaan Rumah Subsidi

Oleh : Ridwan | Kamis, 12 Desember 2019 - 14:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) berharap pemerintah melalui Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus lebih berkreatifitas dalam mengembangkan skema pembiayaan rumah subsidi yang ditujukan untuk masyarakat berpengahsilan rendah (MBR).

Tahun depan Apersi berharap urusan rumah subsidi ini ada perbaikan karena pengalaman tahun ini mneyebabkan banyak MBR tak terakomodasi keinginannya untuk punya rumah. Padahal rumah subsidi untuk MBR adalah bagian dari program sejuta rumah (PSR) yang dicanangkan pemerintah.

Junaidi Abdillah, Ketua Umum Apersi mengatakan bahwa 2020 kebutuhannya sebesar 250 ribu unit yang mana tiap tahun kenaikannya 20 ribu unit. Ironisnya anggaran subsidi melalui skema fasilitas likuditas (FLPP) sebesar Rp9 triliun hanya untuk 80 ribu unit.

"Selain itu  pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2TB) hanya 40 ribuan unit. Dari keduanya menurut saya akan habis pada tengah tahun," kata Junaidi di Jakarta (11/12).

Apersi berharap pemerintah harus punya kreatifitas terkait pembiayaan rumah subsidi agar jumlah unit yang disubsidi lebih banyak jumlahnya.

"Saya katakan ini karena jumlah subsidi tahun depan akan habis lebi cepat dari waktunya. Sehingga harus ada jalan ke luar agar pengalaman tahun ini tidak terulang lagi," tambahnya.

Junaidi megusulkan, agar pemerintah kembali menghitung kembali dana yang ada dengan melihat potensi dana yang ada di pemerintah dan juga perbankan agar mendorong jumlah unit agar lebih banyak. "Selain itu, tingkat suku bunga acuan tidak memberatkan masyarakat," tegasnya.

Diakui Junaidi, hal ini sudah diusulkan pada Dirjen Pembiayaan kementerian PUPR bagaimana menambah anggaran yang ada. "Saat ini pemerintah sudah banyak mengurangi subsidi lain, seperti listrik dan BBM. Tapi untuk perumahan jangan karena masa depan bangsa itu diawali dari rumah," harap Junaidi.

Terkait skema fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) Junaidi mengatakan bahwa produk ini adalah “barang cantik” karena tak menambah beban pemerintah, sifatnya dana bergulir. Begitu pula dengan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2TB), tetapi yang ditakutkan Junaidi skema ini bisa saja berhenti kapan saja karena sifatnya berupa pinjaman dari Bank Dunia.

Selain itu Apersi juga mengusulkan agar anggaran untuk pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) bisa digulirkan ke FLPP. Hal itu dikarenakan pembangunan PSU bisa dilakukan swadaya oleh pengembang.

Menurut Junaidi, dana PSU dengan anggaran terbatas menyebakan sebagian pengembang tidak bisa menikmati dan ada perasaan tidak adil.

"Kalau memang untuk meringankan harusnya semua dapat tanpa harus dipilih dan juga waktu penyalurannya tidak terlalu lama. Sebaiknya, dana PSU ini disatukan dengan dana FLPP agar lebih banyak lagi dana untuk rumah subsidi," tutup Junaidi.