SPKS Minta Menteri Pertanian Baru Perhatikan Petani Sawit

Oleh : Herry Barus | Minggu, 27 Oktober 2019 - 06:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendukung pengangkatan Syahrul Yasin Limpo sebagai menteri pertanian Republik Indonesia periode 2019-2024. Syahrul Yasin Limpo adalah seorang birokrat sekitar 25 tahun mulai dari lurah, bupati sampai dengan gubernur memiliki pengalaman mengurusi pertanian dan perkebunan.

Pastinya sudah mengerti apa yang akan dikerjakan kedepan hal itu dapat dilihat pada program kerja 100 hari akan menyelesaikan permasalah data di sektor pertanian dan perkebunan sehingga masalah data yang selama ini berbeda-beda masing-masing kementerian segera selesai. kata Sekjen SPKS, Mansuetus Darto, Jumat (25/10/2019).

Walaupun demikian, SPKS mengingatkan jangan sampai fokus Menteri Pertanian terkait perbaikan data tersebut hanya terbatas pada data sektor pangan saja, tetapi juga harus pada sektor perkebunan terutama sawit, data petani sawit di indonesia sampai saat ini masih bermasalah untuk itu harus masuk dalam 100 hari program kerja. "Kami juga berharap menteri pertanian yang baru tidak hanya fokus mengurusi sektor pertanian pangan seperti Menteri sebelumnya tetapi diharapkan juga akan menjadi menteri untuk petani sawit yang jumlahnya saat ini ada sekitar 15 juta petani," jelas Darto.   

Menurut Mansuetus Darto, selain pendataan petani yang juga penting adalah pertama perbaikan sumberdaya manusia (SDM) petani sawit yang saat ini masih rendah terutama pada pengelolaan kebun, artinya yang harus memperbayak pelatihan kepada petani, meberikan arahan kepada pemerintah daerah yang memiliki petani sawit agar petaninya dilatih melalui perangkat daerah seperti penyuluh di desa-desa.

Kalau selama ini penyuluh belum bekerja untuk memberikan pelatihan kepada petani maka ini harus dirubah agar penyuluh melatih petani, kalau misalnya penyuluh tidak punya kapasitas maka penyuluh juga harus disiapkan agar bisa membantu petani, hal ini sejalan program prioritas Presiden Jokowi di periode kedua yaitu pembangunan SDM. Kedua kelembagan petani sawit juga masih bermasalah, banyak petani sawit saat ini belum memiliki kelembagan padahal kita tahu kelembagan memegang peranan sangat penting misalnya berkaitan dengan harga sawit petani dimana jika petani mendapatkan harga yang dikeluarkan pemerintah maka petani harus bermitra dengan perusahan sawit melalui kelembagaan mau koperasi ataupun gapoktan. Sehingga ini juga menjadi hal yang penting menjadi program Menteri Pertanian kedepan. 

 

“Kami juga mengingatkan Pak Menteri pertanian agar melakukan evaluasi keberadaan Badan pengelola Dan Perkebuann Sawit (BPDP-SAWIT) sejak dibentuk tahun 2015, BPDP-Sawit sudah mengumpulkan dana kurang lebih sekitar Rp 43 triliun dari potongan penjualan ekpor CPO (Crude Palm Oil), teteapi pada sisi manfaat untuk petani belum memberikan dampak nyata  kepada petani sawit karena programnya hanya untuk kepentingan industri biodiesel, hitungan kami dari dana yang dikumpulkan tersebut sekitar Rp 38,7 triliun untuk subsidei biodiesel. Untuk hal ini kita minta pak menteri agar BPDP-SAWIT tersebut dipindahkan di bawah kementerian pertanian, “ ujar Sekjen SPKS, Mansuetus Darto

Selamat bekerja Pak Menteri Pertanian yang baru petani sawit memegan peranan penting dalam industri perkebunan sawit indonesia maka wujudkan kesejahteraan mereka lewat program Kementerian Pertanian. 

Tentang SPKS

SPKS adalah organisasi petani kelapa sawit skala kecil yang berkomitmen untuk memperkuat skala keberlanjutan, kesejahteraan dan kemandirian petani melalui pembangunan kapasitas, kelembagaan ekonomi dan fasilitasi akses petani. Saat ini, anggota SPKS sebanyak 52.000 anggota dan calon anggota sebanyak 50.000 petani kelapa sawit skala kecil. Anggota SPKS rata-rata memiliki luas lahan kurang dari 7 ha.  

SPKS didirikan pada 9 Juni 2006 dan dideklarasikan pada 2012. Organisasi ini bersama anggotanya yakni petani sawit memperkuat skala keberlanjutan, kesejahteraan dan kemandirian petani melalui pembangunan kapasitas, kelembagaan ekonomi dan fasilitasi akses petani dalam berbagai sektor keuangan, kebijakan yang berpihak, dan akses pemasaran dan keberlanjutan.