Jadi Prioritas Industri 4.0, Lima Sektor Manufaktur Ini Bakal Jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional

Oleh : Ridwan | Selasa, 08 Oktober 2019 - 17:05 WIB

INDUSTRY.co.id - Padang - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menetapkan lima sektor manufaktur di dalam negeri untuk siap memasuki era industri keempat sesuai Peta Jalan/Roadmap Making Indonesia 4.0. Adapun kelima sektor tersebut antara lain, industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, kimia, elektronika, dan otomotif.

Lima sektor manufaktur yang menjadi andalan tersebut, dinilai mampu memberikan kontribusi signifikan hingga lebih dari 60 persen terhadap share ke PDB. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, sektor-sektor itu dipilih berdasarkan evaluasi dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup kontribusi PDB, perdagangan, potensi dampak industri lain, besaran investasi, dan kecepatan penetrasi pasar.

"Sehingga kalau kelima sektor ini kita garap bersama-sama, tentunya akan men-trigger pertumbuhan ekonomi kita lebih signifikan," kata Sigit pada acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri dengan Wartawan di Padang, Selasa (8/10)

Misalnya, industri makanan dan minuman, dalam kurun waktu lima tahun terakhir kinerjanya konsisten positif melampaui dari pertumbuhan ekonoimi nasional. "Sektor ini tumbuh rata-rata di atas 8-9%. Jadi, kalau industri makanan dan minuman ini kita berikan upaya-upaya peningkatan yang lebih besar lagi melalui industri 4.0, tentu pertumbuhannya bisa double-digit," ungkap Sigit.

Sementara itu, mengenai pengembangan di sektor industri kimia, pemerintah sedang gencar menarik investasi untuk memperkuat struktur manufaktur di dalam negeri. "Sebab, dari tahun 1998, belum ada investasi yang besar khususnya di industri petrokimia. Padahal, produksi dari sektor tersebut banyak dibutuhkan untuk memasok kebutuhan bagi sektor lainnya," ujarnya.

Terkait industri tekstil dan pakaian, Sigit mengemukakan, sektor ini merupakan yang tertua struktur manufakturnya di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan program restrukturisasi mesin produksi yang lebih modern sehingga dapat memacu produktivitas dan daya saingnya.

"Potensi kita, industri tesktil dan pakaian ini sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir. Kalau didorong dengan penerapan industri 4.0, kami optimistis bisa mengejar kapasitas produksi dari negara-negara kompetitor," lanjutnya.

Di industri elektronika, Kemenperin juga sedang mendongkrak kinerjanya melalui peningkatan investasi. "Kita masih memerlukan investasi yang cukup besar khususnya di sektor hulu, yang bisa menghasilkan berbagai komponen untuk memasok kebutuhan bagi sektor-sektor lainnya seperti industri otomotif," tutur Sigit.

Sementara itu, di industri otomotif, Sekjen Kemenperin menilai kinerja sektor tersebut mulai bergerak naik signifikan dibanding 20 tahun lalu. Hal ini seiring terjadinya peningkatan investasi di dalam negeri, di mana sejumlah produsen global menjadikan Indonesia basis produksinya untuk mengisi pasar ekspor. 

"Saat ini perkembangan teknologinya pun terus berkembang, seperti pada pengaruh mesinnya terhadap lingkungan. Maka itu, pengembangan kendaraan listrik menjadi prioritas ke depannya. Jadi, nanti ada aturan mengenai PPnBM yang didasarkan pada emisi yang dikeluarkan. Kalau emisinya rendah, PPnBM-nya akan rendah," jelasnya.

Sekjen optimistis, implementasi industri 4.0, akan mengoptimalkan potensi-potensi lainnya seperti penambahan pertumbuhan ekonomi sekitar 1-2 persen, peningkatan kontribusi sektor terhadap PDB hingga 25% pada 2030, peningkatan net export hingga 10%, serta mengisi kebutuhan tenaga kerja yang melek digital hingga 17 juta orang untuk mendorong peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional hingga USD150 Miliar pada 2025.