Mahasiswa President University Bawa Nama Indonesia di Konferensi Havard

Oleh : Chodijah Febriyani | Senin, 13 Maret 2017 - 14:22 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Satu lagi anak bangsa yang membawa nama harum Indonesia di Internasional. Mahasiswa President Univesity, Yudi Ashari Putra merupakan salah satu peserta Havard Project fo Asian and Intenational Relations (HPAIR) Conference.

Harvard Project for Asian and International Relations (HPAIR) Conference, merupakan sebuah konferensi gelaran Havard University, di kampus paling terkenal dan bergengsi di dunia.

Konferensi ini digelar di Havard University, 17-21 Februari 2017, salah satu topik yang dibahas adalah Hukou Policy yang diterapkan di China. Hukou Policy merupakan kebijakan yang dianggap “apartheid” terhadap kelompok pekerja perkotaan yang ber-KTP luar daerah.

Kebijakan Hukou Policy dimulai di China sejak tahun 1950-an yang melekatkan layanan kesehatan dan sejumlah layanan dasar lainnya dengan tempat tinggal. Akibatnya, ketika China mengalami booming pembangunan dalam beberapa dekade belakangan, banyak warga desa yang menyerbu kota untuk bekerja sebagai kuli bangunan, pembantu rumah tangga dan pekerjaan informal lainnya.

Karena mereka tinggal tidak sesuai dengan KTP-nya, maka mereka pun tidak bisa mengakses sejumlah layanan dasar di kota tempat mereka bekerja. Sekitar 10.000 orang dilaporkan meninggal dikaitkan dengan sulitnya mendapatkan layanan dasar akibat kebijakan hukou.

Yudi Ashari Putra mengatakan, “Para peserta panel ini menyepakati bahwa kebijakan itu melanggar hak-hak dasar warga negara dan merekomendasikan pencabutannya atau reformasi besar-besaran,” kata Yudi Ashari Putra.

Menurut Yudi, mahasiswa Program Studi Internasional Relations, President University, bahasan tersebut terasa dekat dengan kondisi Indonesia saat ini meski tidak sepenuhnya sama.

“Ikut dalam konferesi dan berbicara dengan para delegasi dari 50-an negara dan pembicara yang sangat kompeten merupakan pengalaman luar biasa. Saya mendapatkan pengalaman langsung bagaimana masalah sekompleks ini dikuliti dan dianalisis,” katanya, Yudi.

Mahasiswa kelahiran 1994 ini, bercita-cita menjadi diplomat, semasa kecil dan remaja Ia habiskan di Desa Sukajaya, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung selatan dan di tempat inilah, Ibunya seorang buruh tani yang terus menerus memompakan semangat kepada Yudi.

Yudi bersyukur lolos menjadi salah satu peserta Konferensi ke-25 HPAIR. Bukan hanya membahas studi kasus, Yudi dan 300-an peserta lainnya juga berkesempatan bertemu sejumlah petinggi PBB, seperti Direktur Pelaksana United Nations International Children's Emergency Fund (Unicef) dan Direktur Pelaksana UN Women.

“Eksposur terhadap ajang seperti ini sangat penting bagi mahasiswa hubungan internasional. Bukan hanya mendapatkan data-data terbaru, saya juga belajar tentang cara berkomunikasi para pemimpin tersebut dan tentunya menjalin jejaring dengan peserta lainnya,” kata bungsu dari 3 bersaudara ini.

Baginya, dengan menghadiri konferensi ini seperti melakukan magang di lembaga PBB. Bukan hanya mendapatkan materi dari para dosen Harvard University, Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan sejumlah petinggi PBB seperti Direktur Pelaksana United Nations International Children's Emergency Fund (Unicef) dan Direktur Pelaksana UN Women, Yudi juga berkesempatan mempraktikkan resolution drafting secara langsung.

Pengalaman yang tak terlupakan bagi Yudi saat sesi guest lecture oleh Direktur Pelaksana Unicef sangat membekas didirinya. Narasumber menceritakan kondisi anak-anak di wilayah konflik di Afrika. Kebanyakan lingkar lengan mereka adalah yang terkecil dibanding anak-anak dari daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa konflik sangat membuat siapa pun menderita, terutama anak-anak.

Sesi ini sangat membantunya yang sedang menulis skripsi tentang “the roles of Unicef in protecting the life of children in Syria during the current civil war”.

Tak mudah untuk ikut serta dalam konferensi tersebut. Yudi harus berpartisipasi dengan ribuan peserta, termasuk lulusan S2 atau para staf perusahaan multinasional, mendaftar dan hanya sebagian saja yang lolos ke tahap wawancara.

“Di sini saya belajar resolution drafting secara nyata,” ujar mahasiswa akhir asal Lampung ini.

Dalam konferensi ini pula Yudi dan delegasi lainnya ditantang memecahkan studi kasus hukou policy tersebut secara berkelompok (1 tim terdiri dari 3-5 orang).

"Lingkungan berbahasa Inggris di President University membantu saya perform dengan baik dalam konferensi ini. Pergaulan saya dengan mahasiswa asing di President University membuka mata saya tentang perbedaan budaya dan sudut pandang, sebuah pemahaman yang harus dimiliki bagi mereka yang berinteraksi di forum global seperti ini,” pungkas Yudi Ashari Putra.