AJI Desak Reformasi Terhadap Polri Segera Dilaksanakan

Oleh : Herry Barus | Senin, 30 September 2019 - 08:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakata-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang demo penolakan RKHUP dan pelemahan KPK di berbagai daerah pada 23-26 September 2019.

Sekjen AJI Revolusi Riza mengatakan hasil rekapitulasi AJI Indonesia mencatat ada 14 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di berbagai daerah selama sepekan terakhir. Antara lain di Jakarta, Makassar, Palu dan Jayapura.

Sepuluh kasus di antaranya terjadi saat meliput demo penolakan RKHUP dan pelemahan KPK pada 23-26 September 2019. Dari sepuluh kasus tersebut, sembilan pelakunya diduga anggota Polri dan satu lainnya yaitu massa aksi.

"Atas serangkaian kasus yang terjadi, ini semakin menguatkan bahwa tuntutan reformasi yang 21 tahun lalu disampaikan bahwa harus ada reformasi terhadap polisi ini layak untuk segera dilaksanakan," jelas Revolusi Riza di Jakarta, Jumat (28/9/2019).

"Polisi kami lihat dalam beberapa waktu terakhir sering melampaui kewenangannya dalam menangani aksi-aksi yang dilakukan masyarakat dan juga penanganan terhadap wartawan atau jurnalis yang meliput di lapangan," tambah Revo, seperrti dilansir VoaIndonesia

Revo menjelaskan bentuk kekerasan tersebut berupa pemukulan, intimidasi dan penghapusan video rekaman. Kekerasan ini dipicu sikap polisi yang tidak terima ketika jurnalis merekam aparat yang sedang melakukan kekerasan terhadap massa aksi.

Polisi menahan para mahasiswa agar tidak maju menuju gedung DPRD dalam unjuk rasa di Surabaya, Jawa Timur, 26 September 2019.

Kasus kekerasan jurnalis berupa penghalangan liputan juga menimpa 3 jurnalis di Jayapura yang hendak meliput Posko Eksodus Mahasiswa di halaman Auditorium Universitas Cendrawasih pada 23 September 2019. Mereka diintimidasi dan dilarang meliput oleh aparat kepolisian.

Selain kekerasan terhadap jurnalis karena kegiatan jurnalistik, AJI juga menyoroti kriminalisasi yang dilakukan polisi terhadap jurnalis Dandhy Dwi Laksono karena cuitan soal Papua. Menurut Revo, cuitan Dandhy merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi konstitusi Indonesia.

"AJI Indonesia mendesak supaya polisi mencabut status tersangka yang diberikan kepada Dandhy dan membebaskannya dari segala tuntutan hukum yang berlaku," jelas Revolusi Riza.

Sementara itu, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mendorong, para jurnalis yang mengalami kekerasan untuk melapor ke kepolisian. Hal ini untuk mencegah kasus kekerasan terulang kembali di kemudian. Ade juga mendorong Dewan Pers segera berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengusut kasus-kasus kekerasan yang dialami jurnalis sepanjang aksi tolak RKUHP dan pelemahan KPK.

"Kami selalu mengingatkan dan mengimbau untuk tidak takut melaporkan atau bersuara yang dialami jurnalis atau media. Baik itu kekerasan, intimidasi, penghalangan kerja jurnalistik, karena dengan bersuara impunitas kekerasan jurnalis dapat dikurangi," jelas Ade Wahyudin kepada VOA, Sabtu (28/9/2019).

Para pengunjuk rasa mahasiswa berlindung dibalik tameng polisi dalam unjuk rasa di sekitar kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta, 24 September 2019.

Ade Wahyudin menambahkan lembaganya juga mendorong Kapolri untuk meningkatkan MoU dengan Dewan Pers menjadi peraturan Kapolri (Perkap). Menurutnya, Perkap tersebut untuk memastikan personel Polri bisa dikenakan sanksi jika tidak mematuhi ketentuan seperti yang tertuang dalam MoU Dewan Pers.