Kesulitan Pasokan, Industri Pulp dan Kertas Butuh Kepastian Regulasi Impor Kertas Bekas

Oleh : Herry Barus | Rabu, 28 Agustus 2019 - 20:23 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Untuk kesekian kalinya Praga Expo menyelenggarakan pameran terintegrasi pulp and paper Indonesia yang berlangsung hari ini, hingga 30 Agustus mendatang di JIExpo Kemayoran. Sebanyak sekira 60 perusahaan dari domestik maupun mancanegara meramaikan acara tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Aryan Warga Dalam di acara Paper Indonesia 2019 mengatakan industri pulp dan kertas Indonesia memerlukan kepastian peraturan dari pemerintah untuk  pengadaan  impor kertas bekas sebagai bahan baku industri kertas cokelat.

Saat ini kebijakan impor kertas bekas mengharuskan batas kandungan impuritas sebesar 0,5 persen yang sulit untuk dipenuhi oleh industri.

Industri berharap, batas impuritas sebesar 5 persen dengan penurunan selama bertahap dalam 4 tahun ke depan untuk mencapai batas 0,5 seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Sebetulnya batas impuritas 5 persen sesuai dengan standar internasional Institute of Scrap Reclying Industries (ISRI).

Sebagai perbandingan, Tiongkok yang menerapkan kebijakan cukup ketat terhadap impor kertas bekas di negaranya diberikan waktu yang cukup untuk menerapkan kebijakan tersebut. Hal ini sebetulnya bisa dicontoh oleh Indonesia.

“Kami berharap pemerintah mendengarkan masukan dari industri. Kalau regulasi tersebut tidak mungkin dipenuhi oleh industri dalam waktu dekat tentu  akan mempengaruhi ketersediaan bahan baku. Saat ini kemungkinan hanya cukup sampai  Oktober,” ujar Aryan Warga Dalam

Selain itu, Aryan juga menegaskan, perlu upaya keras agar collecting waste paper di dalam Negeri bisa ditingkatkan. Saat ini  collecting waste paper di Indonesia belum mencapai angka 50 persen, sehingga sebagian kebutuhan kertas bekas masih harus didatangkan dari negara lain. Jepang  dan Taiwan misalnya, saat ini collecting waste paper sudah mencapai 90 persen.

 “Perlu manajemen pemilahan sampah kertas bekas dan juga dibuat mekanisme agar masyarakat bisa drop kertas bekas dengan mudah,” lanjut Aryan.  Kegiatan Raker APKI ini dilaksanakan bersamaan dengan  diskusi panel Pulp and Paper Industry Towards Making Indnesia 4.0 dan pameran China Machinery and Electronic Brand di lokasi yang sama. 

Aryan juga  menambahkan, Jika masalah import waste paper tidak dapat diselesaikan maka banyak pabrik yang akan tidak berproduksi dan ini menjadi ancaman masuknya bahan jadi  brown paper akan terjadi. Saat ini bahkan sudah mulai meningkat import bahan jadi tersebut. Dalam seminar kali ini, didiskusikan juga pengalaman Tiongkok dalam mengelola waste paper dan penerapan bertahap impuritas menjadi 0.5 persen di negara tersebut.

Industri pulp dan kertas Indonesia merupakan salah satu industri yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Industri pulp dan kertas memberikan kontribusi terhadap PDB industri non migas sebesar 3,89% dan devisa negara sebesar US$ 7,12 miliyar (industri pulp US$ 2,65 milyar dan industri kertas US$ 4,47 milyar) pada tahun 2018. Devisa tersebut diperoleh dari kegiatan ekspor yang ditujukan ke beberapa negara tujuan utama diantaranya Cina, Korea, India, Bangladesh dan Jepang untuk pulp dan Jepang, Amerika, Malaysia, India, serta Cina untuk kertas.

Berdasarkan kinerja ekspor tersebut industri pulp dan kertas berhasil menduduki peringkat pertama di ASEAN dan peringkat ke-8 (delapan) di dunia untuk industri pulp sedangkan industri kertas menduduki peringkat ke-6 (enam). Capaian tersebut berasal dari kinerja industri pulp dan kertas yang berjumlah 88 izin perusahaan, terdiri dari 3 industri pulp, 8 industri pulp dan kertas terintegrasi dan 77 industri kertas.

Memasuki Era Industri 4.0, dalam rangka meningkatkan ketahanan daya saing, kalangan pelaku usaha industri pulp dan kertas secara bertahap telah mengadopsi dan menerapkan program prioritas industri 4.0, diantaranya pemanfaatan instalasi digital pada proses produksi, transformasi produk dengan mengkonversi mesin-mesin untuk menghasilkan produk yang lebih menguntungkan, memasuki segmen pasar baru, melakukan cost optimization dan menciptakan nilai pertumbuhan baru (value creating growth) serta memenuhi kaidah-kaidah pembangunan berkesinambungan.

Dalam rangka menapaki tahun 2019 - 2020 yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian global, kita masih memiliki pekerjaan besar untuk mendukung Pemerintah dalam upaya melaksanakan pembangunan industri nasional dengan sasaran utama antara lain peningkatan pertumbuhan industri, peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja, peningkatan kontribusi ekspor dan nilai investasi dari sekor industri terutama sektor pulp dan kertas.

Namun disisi lain industri pulp dan kertas juga dihadapkan dengan berbagai kendala diantaranya adalah permasalahan ketersediaan bahan baku kertas daur ulang, bahan baku garam industri, harga bahan bakar gas bumi, tuduhan dumping, tingginya pungutan pajak listrik penerangan jalan, tingginya tarif pungutan air permukaan (saat ini masih ditunda pemberlakuannya), hambatan pemanfaatan sludge IPAL sebagai subtitusi bahan bakar, pemanfaatan flyash dan bottom ash sebagai pembenah tanah, banyaknya pungutan retribusi, pajak dsb yang dikenakan dari hulu sampai hilir, dan lain sebagainya.

Untuk itu perlu adanya peningkatan produktivitas industri pulp dan kertas yang didukung oleh iklim usaha yang kondusif.

Menapaki era modernisasi dan revolusi industri 4.0. Pemanfaatan artificial intelligence teknologi digital, dan automatisasi diharapkan memacu pertumbuhan industri salah satunya pada aspek produktivitas industri yang dapat dioptimalkan apabila juga didukung oleh iklim usaha yang kondusif.