Terkait Freeport, Suku Amungme dan Kamoro Mengadu ke ESDM

Oleh : Irvan AF | Kamis, 09 Maret 2017 - 08:42 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerima kedatangan dan pengaduan belasan warga dari perwakilan suku Amungme dan Kamoro, Papua, yang terdampak usaha pertambangan PT Freeport Indonesia.

"Tentunya sudah kami ikuti berita hal-hal yang terkait dengan kepentingan saudara-saudara di Papua, pastinya akan terus kami perjuangkan. Kami sudah terima tamu dari Komnas HAM. Komitmen dari pemerintah dan pak menteri menindaklanjuti catatan yang mereka ajukan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Teguh yang didampingi Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Komunikasi Publik Hadi Djuraid membuka audiensi para warga untuk mengungkapkan segala beban permasalahan yang menimpa masyarakat adat selaku pemilik tanah yang menjadi lokasi usaha pertambangan Freeport.

Dalam kesempatan yang sama, salah seorang perwakilan dari suku Amungme, Marianus, mengatakan masyarakat tidak ingin meminta pembagian saham, melainkan ikut dilibatkan dalam negosiasi kelanjutan usaha Freeport baik itu dengan skema Kontak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Kami tegaskan, kami tidak meminta saham karena kami juga tidak mau gegabah. Kalau ada KK dalam waktu 100 hari, mungkin bisa dipercepat dan melibatkan dua suku ini. Kami tidak minta saham, tapi keterlibatan dua suku," kata dia.

Ia mengungkapkan dana hibah perusahaan tersebut untuk membangun rumah sakit dan memberikan beasiswa belum 100 persen diberikan sehingga dampaknya tidak terlalu terasa oleh masyarakat.

Selain itu, Marianus juga mengatakan lingkungan juga turut terdampak dari operasional Freeport, seperti pembuangan sampah dan limbah yang tidak diperhatikan hingga membunuh biota yang ada di sungai.

Senada dengan itu, warga dari suku Kamoro, Simon, mengatakan selama Freeport beroperasi, masyarakat adat dari kedua suku tidak pernah diperhatikan dan dilibatkan padahal wilayah pertambangan termasuk dalam tanah adat.

"Kami masyarakat adat seperti diinjak-injak, padahal kami yang punya tanah. Kami sudah kasih kepada Freeport bahkan kami dibiarkan. KK dan IUP saya beri masukan saja, harus dilibatkan jika IUPK itu jadi. Itu adalah hak masyarakat suku Amungme dan Kamoro," ungkap Simson.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menemui Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk menyampaikan hasil pemantauan selama 2015-2017 yang membuktikan PT Freeport Indonesia tidak memiliki legalitas atas pembelian tanah masyarakat adat suku Amungme yang menjadi lokasi operasional perusahaan.