Larangan Plastik Picu PHK Jutaan Tenaga Kerja

Oleh : Ridwan | Kamis, 08 Agustus 2019 - 18:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) dan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) terus menyuarakan pemilihan dan pengelolaan sampah terpadu yang baik di seluruh penjuru Tanah Air. Hal ini, guna menyelesaikan permasalahan sampah plastik yang masih menjadi persoalan serius di Indonesia.

Kedua asosiasi industri tersebut merupakan perwakilan dari industri hulu sampai ke hilir dalam rantai suplai dan rantai nilai plastik di Indonesia.

Berdasarkan data Inaplas (2017), total konsumsi plastik Indonesia secara total adalah 5.76 juta ton per tahun dengan rata-rata konsumsi per kapita sebesar 19.8 kg/kapita. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi plastik di negara lain seperti Korea, Jerman, Jepang, serta Vietnam yang konsumsi per kapita masing-masing sebesar 141 kg, 95.8 kg, 69.2 kg, dan 42.1 kg. Angka konsumsi suatu negara berbanding lurus dengan tingkat pertumbuhan ekonomi serta kemajuan suatu negara.

"Berdasarkan data tersebut, bagaimana mungkin Indonesia bisa menjadi negara nomor dua yang menyumbang sampah plastik terbanyak di dunia," ujar Edi Rivai, Direktur Bidang Olefin dan Aromatik Inaplas di Jakarta, Kamis (8/8).

Ditambahkan Edy, plastik merupakan barang berguna yang diaplikasikan ke jutaan jenis kebutuhan manusia sehari-hari, dari interior mobil dan pesawat terbang, furniture, sampai ke kemasan makanan. Dari pertama kali ditemukan sampai saat ini, lanjutnya, plastik telah meningkatkan kualitas hidup manusia secara signifikan, terutama dalam segi penghematan energi dan kesehatan.

"Indonesia sebagai negara yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, tentu saja bergantung pada pertumbuhan industri plastik baik dari hulu sampai hilir yang sustainable," terangnya.

Namun, terang Edy, cara pemilihan dan pengelolaan plastik oleh masyarakat kerap menjadi permasalahan di Tanah Air. "Kantong kresek itu sudah beralih fungsi dari tempat belanja ke tempat sampah rumah tangga. Ini yang salah," jelas edy.

Menurutnya, kerja sama semua pihak baik dari pemerintah mauoun swasta serta masyarakat menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia.

Pewakilan Adupi, Indra Novint menyampaikan bahwa untuk mendukung pertumbuhan industri, diperlukan iklim usaha yang kondusif dan mumpuni dan bukanlah pelarangan terhadap produk plastik seperti kantong plastik.

"Plastik itu dapat didaur ulang dan perlu dilihat sebagai produk bernilai, bukan sampah," ujarnya. 

Dijelaskan Indra, industri daur ulang adalah industri padat karya yang rantai nilainya menyerap jutaan tenaga kerja yang meliputi unit usaha kecil menengah, pelapak, pengepul dan pemulung yang akan terkena dampak buruk jika produk plastik dilarang. 

"kalau plastik dilarang akan ada jutaan tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaannya. Ini permasalahan serius," tegasnya.

Oleh karena itu, Indra mengajak semua pihak baik pemerintah pusat, daerah, swasta, akademisi, dan masyarakat untuk saling mendukung bukan menjatuhkan. 

Menurut Inaplas dan Adupi, ada tiga kunci utama permasalahan sampah plastik, yaitu:
1. Perubahan perilaku memilah sampah plastik dari sumber yang bisa dilakukan dalam gerakan nasional serempak di Indonesia. 2. Meningkatkan jumlah fasilitas pengelolaan sampah secara signifikan, baik infrastruktur maupun sumber daya manusia di setiap daerah.
3. Memupuk pertumbuhan industri daur ulang agar menyerap lebih banyak lagi sampah plastik.

Saat ini, Inaplas telah menerapkan program jalan aspal yang terbuat dari campuran sampah plastik serta program Manajemen Sampah Zero yang diterapkan oleh pelaku usaha anggotanya. 

Sementara Adupi telah bekerja sama dengan bank-bank sampah terpadu serta pengepul, pelapak dan pemulung sampah di seluruh Indonesia dalam menggenjot jumlah plastik post-consumer untuk didaur ulang menjadi barang bernilai seperti kantong plastik hasil daur ulang, tali raffia, pallete plastik daur ulang untuk penggunaan di pabrik, serta banyak hal lainnya.