Inilah Jeritan Perusahaan Pelayaran Offshore Indonesia yang Kian Menunggu Ajal

Oleh : Ridwan | Selasa, 07 Maret 2017 - 20:37 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Lesunya industri perkapalan saat ini dikhawatirkan akan berimbas kepada Pertamina saat menangani begitu banyak proyek yang ditinggalkan Product Sharing Contract (PSC) pada lima tahun kedepan.

Pemerintah harus bisa mengantisipasi kemungkinan dengan mendata kebutuhan kapal dan kemampuan daya serap proyek Pertamina ke depannya. Harapan sebagian besar pelaku bisnis pelayaran offshore agar ada solusi dari kelesuan pasar ini tidak bisa disepelekan.

"Dengan harga sewa kapal OSV kelas 5000 HP sudah menyentuh harga USD 3.000 per hari. Investasi para pemilik kapal diperkirakan akan semakin sulit berkembang" ungkap Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA), Captain Zaenal A. Hasibuan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta (7/3/2017).

Zaenal manambahkan, Selama ini pemerintah hanya sibuk dengan program tol laut saja, tanpa pernah sadar bahwa pelayaran offshore menyerap begitu banyak tenaga kerja lokal. Puluhan ribu tenaga pelaut dan bisnis ikutannya menggantungkan hidup dari sektor ini.

Sekarang ini dengan jatuhnya harga minyak dunia, ditambah dengan akan berakhirnya kontrak dua PSC saja. Industri perkapalan terutama bidang offshore seperti menyentuh titik nadir yang berkepanjangan.

"Selama ini sulit melihat Dirjen Perhubungan Laut (HUBLA), SKK Migas, INSA, dan perbankan duduk bersama membicarakan dan merencanakan kesinambungan bisnis, yang menjadi penyumbang devisa terbesar kedua di negara ini setelah pajak" terang Zaenal.

Menurut Zaenal, Sejauh ini hanya INSA yang berlari ke HUBLA setiap ada kebijakan yang dirasa kurang tepat dan ke SKK Migas untuk mempertahankan hidup anggotanya.

Saat ini satu demi satu perusahaan pelayaran offshore Indonesia sedang menunggu ajal karena lesunya ekonomi dan tidak ditangani bersama sama antara pemerintah, perbankan, dan pelaku bisnis.

"Ingat bahwa keadaan ini dipantau dengan jeli oleh pelaku bisnis serupa dari negara sebelah. Mereka siap masuk saat kondisi pelayaran offshore Indonesia sedang lemah-lemahnya" pungkasnya.