TP Rachmat Bos Triputra Group : Pluralisme & Pendidikan Sebagai Jawaban (Bag 3)

Oleh : Candra Mata | Selasa, 16 Juli 2019 - 04:25 WIB

INDUSTRY.co.id - PLURALISME - Bapak dan Ibu yang saya hormati...

Saya dilahirkan bermata sipit, beragama Katolik, dan berasal dari keluarga yang cukup mampu. Pada saat itu, bermasyarakat dengan ciri-ciri seperti itu tidak selalu mudah. 

Kadangkala kami harus menerima perkataan atau perlakuan yang diskriminatif atau provokatif.

Sebelum belajar di ITB, saya menjalani pendidikan di sekolah-sekolah yang relatif homogen: sekolah Belanda, dan kemudian SMP dan SMA Katolik Santo Aloysius. 

Karena relatif homogen, saya tidak memperoleh banyak kesempatan untuk memahami keberagaman Indonesia.

ITB adalah kontak pertama saya dengan pluralisme. ITB adalah melting pot, tempat bertemunya mahasiswa dari beragam suku, latar belakang ekonomi, agama, pandangan politik, dan berbagai perbedaan lain.  

Saya mulai memahami keberagaman Indonesia di ITB. Dari pemahaman, timbul kesadaran, bahwa menerima, menghormati, dan merayakan keberagaman amat penting agar Indonesia bisa menjadi Indonesia yang Raya.

Saya jadi makin paham, bahwa saya sendiri yang harus mulai membangun pemahaman dan menyikapi berbagai keberagaman itu dengan bijak. 

Saya harus mulai dari diri sendiri, untuk menghentikan perdebatan dan kekerasan yang dipicu karena rasa berbeda dan kehendak sepihak untuk menyeragamkan. Karena bangsa ini, sejak didirikannya sudah beragam. 

Beragam suku, agama, ras, dan golongan. Pendiri bangsa menegaskan, bahwa bangsa ini harus tetap harus bersatu. Beda suku, beda, agama, beda ras, beda golongan, tidak seharusnya jadi pemecah-belah. Bhinneka Tunggal Ika.

Sejarah menunjukkan, begitu banyak bangsa yang runtuh, karena mereka mempermasalahkan perbedaan seperti itu. 

Perang saudara, pemusnahan ras, ketidakadilan sosial dan pendidikan, begitu banyak tragedi yang terjadi karena umat manusia mempermasalahkan perbedaan yang tidak pantas dan tidak perlu diperselisihkan.

Kebesaran hati dan kemampuan bangsa ini untuk menghargai dan menerima perbedaan menjadi salah satu kunci bagi kebesaran bangsa ini di masa yang akan datang. 

Karena sejak lahirnya, Indonesia itu bhinneka, beragam – dan bukan seragam.

PENDIDIKAN SEBAGAI JAWABAN

Bapak dan Ibu yang saya hormati...

Confucius, sang filsuf, pernah berkata, “If you plan for one year, plant rice. If your plan is for ten years, plant trees. If your plan is for one hundred years, educate children”. Kata-kata bijak dari Confusius itu sungguh benar.

Pendidikan karakter dan mindset yang berkesinambungan menjadi kunci. Pendidikan memajukan cara berpikir. Pendidikan membuka wawasan. 

Pendidikan meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami dan menghargai perbedaan. Pendidikan karakter dan mindset memampukan manusia untuk tidak hanya hidup berdasarkan dogma yang bisa saja usang, tidak relevan, dan tidak selaras dengan 
nilai-nilai kemanusiaan.

Pendidikan yang makin baik, adalah pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan dan kompetensi, namun di atas itu, menanamkan values dan membangun mindset. 

Pengetahuan dan kompetensi akan terus berkembang sejalan zaman, tapi values dan mindset akan selalu relevan dengan segala zaman, dan akan menjadi pembeda yang sulit ditiru

Pendidikan bagi generasi penerus adalah salah satu hal terpenting yang harus menjadi perhatian bangsa.  Bangsa-bangsa besar menaruh perhatian dan upaya yang begitu bersungguh-sungguh, untuk memastikan kualitas pendidikan. 

Karena mereka sadar, bahwa keberlangsungan, kemandirian, dan kesejahteraan bangsa di masa datang, ditentukan oleh kualitas manusianya.

Dalam bentuk apapun, sekecil apapun, kita masing-masing punya tanggung jawab yang sama: membangun generasi penerus, yang lebih hebat dari kita. 

Hanya dengan begitu, maka bangsa ini akan jadi bangsa yang besar dan berdampak bagi umat manusia. Pendidikan adalah kunci pengubah bangsa.