Industri Pelayaran Offshore Kini Semakin di Ujung Tanduk

Oleh : Ridwan | Selasa, 07 Maret 2017 - 20:32 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Berakhirnya sekitar 35 Production Sharing Contract (PSC) dalam delapan tahun ke depan, nasib sekitar USD 10 miliar potensi produksi minyak dan gas Indonesia belum jelas akan ke mana arahnya.

Dengan akan berakhirnya kontrak PSC, Industri perkapalan terutama bidang offshore akan mati karena pemutusan kontrak kerja.

Perusahaan utama pengguna jasa kapal offshore yakni Total Indonesia E&P dan Chevron sebentar lagi mengakhiri operasi dari Blok Mahakam. Nasib penyedia jasa kapal pun belum pasti akankah lanjut dengan pengelola selanjutnya atau tidak.

"Ketidakjelasan nasib dalam perpanjangan kontrak dan besarnya produksi akan menjadi isu utama pada sektor hulu migas Indonesia"  ungkap Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA), Captain Zaenal A. Hasibuan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta (7/3/2017).

Zaenal menambahkan, jika ditotal 35 PSC tersebut membuat satu juta barel per hari, sebagai gambaran saat ini Indonesia mengonsumsi sekitar 1,6 juta barel per hari.

Untuk memenuhi target produksi jangka panjang, Pertamina sudah membidik kontrak-kontrak yang akan berakhir. Ini bisa diartikan sebagai minyak atau gas yang murah untuk diproduksi karena umumnya mereka ditinggalkan dalam keadaan yang sudah jadi oleh para PSC tersebut.

"Jika dikerucutkan, Pertamina jelas membutuhkan partner strategis untuk mengatasi penurunan produksi minyak. Yang diperkirakan akan menghasilkan rata-rata 780 ribu barel per hari" terangnya.

Dibandingkan dengan tahun 90-an produksi minyak Indonesia masih berada di angka 1,5 juta barel per hari. Jika tidak ada pengembangan proyek baru, diperkirakan Indonesia akan kekurangan sekitar 2,5 juta barel per hari pada 2025 nanti.