Menteri Rudiantara: Konsolidasi Perlu Dilakukan Untuk Menyehatkan Industri Telekomunikasi

Oleh : Hariyanto | Kamis, 02 Mei 2019 - 19:20 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Dalam Talkshow dan Seminar Indonesia Teknologi Forum yang mengangkat tema "Konsolidasi Jurus Pamungkas Sehatkan Industri Telekomunikasi" di Balai kartini, (2/5/2019) Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rudiantara mengatakan kondisi industri telekomunikasi di Indonesia belum ideal karena terlalu banyak pemain.

"Sehingga, pemerintah terus mendorong adanya konsolidasi yang bisa menjadi salah satu faktor yang mampu membuat industri telekomunikasi menjadi lebih sehat dan bergairah," kata Rudiantara dalam sambutannya di talkshow dan seminar Indonesia Technology Forum (ITF) yang berlangsung di Balai Kartini, Jakarta (2/5/2019).

Rudiantara bahkan menandaskan bahwa sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, pemerintah mendorong operator telekomunikasi berkonsolidasi karena membutuhkan skala ekonomi yang lebih besar. Karena dengan economic of scale yang meningkat, perusahaan telekomunikasi memiliki bargaining power.

“Konsolidasi perlu dilangsungkan dengan tujuan agar industri telekomunikasi akan menjadi efisien. Dan hal itu sudah mulai disadari oleh para pemegang saham antar operator telekomunikasi. Konsolidasi itu corporate action sehingga pemegang saham yang menentukan tapi pemerintah yang memfasilitasi," kata Rudiantara.

Menurut Rudiantara ada beberapa program strategis Kemkominfo di industri. Saat ini, menurut Rudiantara, sudah ada program yang berjalan baik sesuai schedule salah satunya refarming 4G. Bahkan analis dunia meragukan Indonesia bisa menyelenggarakan 4G dengan cepat. Berkat kerjasama dengan operator. Akhirnya tahun 2015 berhasil. Selanjutnya Palapa Ring juga berjalan dengan baik.

"Satu hutang yang belum terbayar dan telah menjadi program sejak 2015 awal adalah menyehatkan industri dengan cara konsolidasi. Namun ini call bukan di operator (manajemen) tapi di pemegang saham. Mereka ini tidak mudah terpengaruh. Apalagi jika mereka (share holder) ini banyak duit. Perusahaan menderita, tetapi pemegang saham juga seperti orang kaya terus," ungkap Rudiantara.

Menurut Chief RA, panggilan akrab Rudiantara, konsolidasi  sebagai salah satu cara untuk menyehatkan industri telekomunikasi. “Sejak 2016 sudah berharap itu karena pertumbuhan industri sudah tidak sehat. Sampai dengan tahun 2015-2016 revenue masih double digit, pertumbuhan paling tinggi dengan kontribusi ke GDP / PDB. Sekarang turun tinggal 7%, seharusnya bisa drive untuk ekonomi,” ungkapnya.

Rudiantara mengatakan bahwa industrii  harus lakukan ini. “Penyehatan industri sederhana, bagaimana secara industri melihat bukan ke operator, tapi manage top line. Kontribusi top line industri, ke PDB 1,1-1,2% dari GDP. Kalau di negara lain bisa 1,5%. Sebenarnya ruang ke sana ada, tapi perlu niatnya.  Saat ini pemerintah bisa membantu pada bagian biaya, yang tidak meningkatkan cost of service. Saat ini kondisi industri telekomunikasi kita di belakang di negara-negara asean (singapura, malaysia, thailand),” tegasnya.

Ada satu kendala yang membuat operator enggan melakukan konsolidasi. Undang-undang Telekomunikasi Tahun 1999 yang mengamanatkan, frekuensi itu milik negara. Akibatnya jika satu operator berhenti karena berbagai sebab, antara lain karena diakuisisi oleh pihak lain, frekuensinya harus dikembalikan kepada pemerintah.

Masalah utamanya, frekuensi yang harus dikembalikan ke pemerintah. Sehingga bisa-bisa mereka membeli perusahaan kosong, padahal tujuan mengakuisisi operator lain berharap mengangkut juga frekuensinya.

Menurut pria yang akrab dipanggil Chief RA tersebut, saat ini Kemenkominfo sedang menyusun aturan merger dan akuisisi di sektor telekomunikasi yang intinya nanti akan ada keadilan bagi industri. Termasuk frekuensi tidak akan diambil pemerintah jika ada aksi korporasi satu operator mengakuisisi operator lain.

Aturan ini sedang dipersiapkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Kendati demikian, konsolidasi bisa dilakukan tanpa perlu menunggu aturan keluar.