Prospek Saham Rokok, Saat Kebijakan Cukai Bertahan

Oleh : Herry Barus | Senin, 29 April 2019 - 18:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Dalam beberapa hari terakhir ini, harga saham beberapa produsen rokok sempat volatile karena berhembus kabar, pemerintah akan menaikkan cukai rokok setelah Pemilu selesai, padahal sejak awal tahun pemerintah sudah menetapkan tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun ini. Kebijakan tidak menaikkan cukai rokok saat tahun pemilu, juga pernah dilakukan pemerintah pada 2014.

Pemerintah mengambil kebijakan untuk tidak menaikkan cukai rokok dengan alasan ingin mengurangi jumlah rokok illegal yang beredar di pasar. Dengan kebijakan ini, pasar memperkirakan volume penjualan rokok akan naik karena produsen rokok juga akan menahan kenaikan harga rokok. Tak hanya itu, di saat yang sama, pemerintah juga dalam tahun ini menaikan bantuan sosial bagi masyarakat menengah ke bawah, yang secara tidak langsung akan berdampak pada naiknya daya beli masyarakat.

Namun menurut Bahana Sekuritas, meski bantuan sosial bagi masyarakat menengah ke bawah meningkat, hal tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap volume penjualan rokok. Analis Giovanni Dustin memperkirakan volume penjualan rokok sepanjang tahun ini hanya akan naik sekitar 0,5% secara tahunan, dengan sudah mempertimbangkan tidak adanya kenaikan cukai rokok.

Kenaikan penjualan rokok diperkirakan masih akan berlangsung secara perlahan, bersamaan dengan pemulihan ekonomi makro yang akan mendorong penurunan angka pengangguran. Dengan angka pengangguran yang terus membaik setiap tahunnya, Bahana meyakini, saham sektor rokok secara jangka panjang masih menjanjikan. Anak usaha Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) ini memberikan rekomendasi Beli untuk saham PT HM Sampoerna dengan target harga Rp 4.150/lembar saham.

Perusahaan berkode saham HMSP ini memiliki prospek lebih positif dibanding industri karena lebih fokus terhadap profitabilitas dengan cara menaikan harga. Bahana memperkirakan pendapatan HMSP akan naik sekitar 3% secara tahunan pada akhir 2019 menjadi Rp 110,36 triliun, dibanding periode yang sama tahun lalu, dengan kenaikan laba bersih diperkirakan sekitar 11% menjadi Rp 15,08 triliun pada akhir 2019.

Di sisi lain, Bahana, ujar I GedeSuhendra Media Relation PT Bahana Pembina Usaha Indonesia,  merekomendasikan "hold" saham PT Gudang Garam dengan target harga Rp 82.500/lembar saham, dari yang sebelumnya mendapat rekomendasi beli. “Pasalnya, perusahaan berkode sama GGRM ini masih terus menahan kenaikan harga dalam dua kuartal terakhir ini, demi meningkatkan market share, yang akan pada akhirnya bisa menekan perolehan laba bersih perusahaan di 2019. “

Bahana memperkirakan pendapatan GGRM naik sekitar 6% pada akhir 2019, dibanding periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp 101,71 triliun, sedangkan laba bersih diperkirakan naik sekitar 9% secara tahunan menjadi Rp 8,51 triliun pada akhir 2019.