Ginsi Pertanyakan Keseriusan Pemerintah untuk Turunkan Biaya Logistik

Oleh : Yesi Eching | Kamis, 21 Februari 2019 - 14:32 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mempertanyakan keseriusan Pemerintah untuk menurunkan biaya logistik, dalam hal ini terkait penghapusan uang jaminan kontainer untuk kegiatan impor, utamanya terkait kondisi peti kemas di lapangan dan depo kontainer kosong eks impor.

Menurut Ketua BPD GINSI, Capt H Subandi, selama ini pihak importir merasa dibebani dengan besarnya biaya yang ditimbulkan oleh klaim atas kerusakan peti kemas yang digunakan. Sementara hingga kini importir masih diwajibkan menaruh uang jaminan kerusakan peti kemas tersebut untuk mengambil dokumen delivery order (DO) di perusahaan pelayaran, baik menggunakan mata uang dolar AS maupun rupiah.
 
Subandi melanjutkan,  besaran uang jaminan itu berkisar antara US$100 sampai dengan US$250 per boks peti kemas. Bahkan, ada importir yang dikenai hingga Rp 4 juta per boks peti kemas. Artinya dalam setahun bisa mencapai Rp.3 Triliun lebih. Dan itu, diterima oleh perusahaan shipping yang hampir seluruhnya merupakan perusahaan asing yang nantinya akan dikirim ke pusatnya di luar negeri. 
 
“Dan uang jaminan itu jarang dan hampir tidak pernah kembali. Ibaratnya, ada uang jaminan tapi tidak terjamin kontainer kami,” papar Subandi dalam acara sosialisasi dan coaching clinic PDE Internet dan sosialisasi pemeriksaan container kosong di depo di Hotel Ibis, Sunter, Jakarta Barat, 20 Februari 2019.
Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 200 perusahaan importir anggota GINSI dan stakeholder terkait di Pelabuhan Tanjung Priok. Itu sebabnya, uang jaminan itu nantinya akan diganti dengan asuransi. Jauh lebih terjangkau. 
 
Sebenarnya, upaya GINSI untuk menghapuskan uang jaminan ini telah dikomunikasikan baik ke Kementrian Perekonomian maupun perhubungan, dengan harapan bisa segera dibuatkan aturannya.
“Harapannya sih dalam satu atau dua bulan ini selesai,” imbuhnya.
 
Selama menunggu, dia mengusulkan survei kerusakan kondisi peti kemas melibatkan surveyor independent, dalam hal ini Surveyor Indonesia dan Sucofindo, sehingga importir bisa mendapatkan data yang lebih fair dan transparan serta biaya yang lebih terukur atas setiap  kerusakan yang terjadi pada peti kemas.
 
Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi, dalam bentuk aplikasi berbasis Android. 
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (DPP ASDEKI) Muslan AR, aplikasi yang bekerja secara real-time ini akan memudahkan para pelaku usaha dalam melakukan pengecekan kontainer kosong di Depo. Disamping mengurangi biaya atau cutting cost, yang selama ini dikeluhkan importir.
 
“Cutting cost itu juga akan berpengaruh kepada kemacetan. Karena dengan inikan artinya kita ngga perlu pergi dari kantor ke Depo, atau sebaliknya dari Depo ke kantor. Cost transport itu akan hilang,” ungkapnya. 
Aplikasi ini direncakan akan diperkenalkan pada 27 Februari 2019. Jakarta akan menjadi wilayah pertama yang menerapkan sistem ini, khususnya Depo GNS, disusul 30 depo lainnya. 
Harapannya dalam satu atau dua bulan semua depo di Jakarta akan mulai menerapkan.
 
GINSI Sambut positif PDE Internet Implementasi program Pertukaran Data Elektronik via Internet (PDE Internet) secara penuh di seluruh Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai sejak 1 Januari 2019 ditanggapi positif oleh para pelaku usaha.
 
Ketua BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Capt H Subandi mengaku sangat antusias dengan adanya program PDE Internet ini.
Menurutnya, importir dapat mengurus dan menyelesaikan dokumen tanpa harus menggunakan jasa pihak lain. Sebagaimana yang terjadi selama ini. “Jadi kalau selama ini kita pakai jasa orang lain, sekarang bisa mengajukan atau sumbit sendiri,” katanya.
 
Program PDE Internet bertujuan untuk lebih meningkatkan efisiensi biaya, mempercepat proses bisnis, menciptakan equal treatment pada pengguna aplikasi impor dan memiliki cakupan sistem lebih luas sehingga waktu dan tempat tidak terbatas untuk melakukan pengiriman data.  
 
Pada tahap awal, sistem yang mampu memfasilitasi pertukaran data antara pengguna jasa kepabeanan dengan DJBC di seluruh wilayah Indonesia ini, telah diimplementasikan secara bertahap di 70 Kantor Pengawasan dan Pelayanan untuk memproses dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Penerapannya  secara penuh sendiri mulai berlaku sejak 2019. 
 
Mengingat manfaat PDE internet yang sangat besar bagi pelaku usaha, Subandi optimis  para importir akan mendukung pelaksanaan implementasi PDE internet ini secara keseluruhan. 
"Apalagi ini juga eranya digitalisasi, eranya revolusi industry 4.0, mau tidak mau, suka tidak suka, siapapun termasuk importir wajib menguasai teknologi,” lanjutnya.