Yang ke-7 Gugah Kesadaran Masyarakat Terhadap Janji Politisi

Oleh : Herry Barus | Rabu, 20 Februari 2019 - 12:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Sutradara film yang juga pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono meminta kepada para politisi untuk tidak melupakan janji yang pernah diumbar saat masa kampanye.

Dandhy mengaku, telah membuat sebuah film bertajuk ‘Yang Ke 7' yang didedikasikan sebagai bentuk kritikan terhadap pemegang kebijakan sekaligus menyadarkan masyarakat atas kondisi yang saat ini terjadi.

“Ini (Film tujuannya untuk) mengingatkan kembali janji politisi saat masa kampanye, sekaligus kontrak politik untuk para capres. Mereka dapat menonton lagi kegiatan saat kampanye dan mengingat lagi janji-janjinya pada rakyat. Demikian juga, masyarakat dapat tersadar  kembali terhadap janji-janji yang sempat menghipnotis mereka,” tukasnya dalam sebuah diskusi bertema 'Merasionalitaskan pencapaian dan Paradoks Demokrasi yang diselenggarakan Forum Tebet (FORTE), di Tebet, Jakarta, Selasa (19/02/2019).

Menurutnya, politisi yang kini duduk di kursi pemerintahan seharusnya mewakili aspirasi rakyat, bukan malah menyuarakan golongannya atau para pemodal. “Ya, biar bagaimanapun juga mereka (pejabat negara) itukan hadir karena dukungan suaa dari rakyat,” tukas Dandhy.

Pada kesempatan yang sama, penggiat budaya Lexy Junior Rambadeta menyoroti prilaku para pendukung capres yang mulai tidak sehat. Misalnya, terkait kata hoax yang saat ini populer. Suatu hal dikatakan hoax jika informasi itu tidak sesuai dengan keinginan, tanpa proses pencarian kebenaran.

“Saya kemarin di GBK saat debat kandidat, saya bertemu dengan relawan Jokowi yang melakukan nonton bareng. Saat itu saya tanya, ada orang-orang di sekeliling Jokowi yang merugikan rakyat. Semua yang ditanya menjawab spontan, hal tersebut adalah hoax. Sementara kalau ada yang percaya dengan informasi yang dianggapnya positif,  berita itu langsung disebarkan, meski data dan faktanya tidak dikroscek lagi,” tukas Lexi.

“Dan itu juga terjadi di kelas menengah, apalagi kelas bawah. Pola seperti ini juga terjadi pada dua kubu yang terlibat polarisasi (Pilpres 2019),” sambung Lexi.

“Tugas kaum intelektual sangat berat. Mendobrak daya pengaruhnya ‘plier believe’ (dari orang yang terdogma sebuah kepercayaan). Dan kita harus disambut dengan membentuk kelompok yang mendukung kerja-kerja intelektual yang berfikir independen,” papar dia.

Meski demikian, Lexy menambahkan, perkembangan hoax Indonesia masih dianggap wajar, karena jarang sekali menimbulkan korban jiwa.

“Berbeda dengan di negara lain seperti India, Filipina, atau di negara-negara Afrika yang sampai jatuh korban. Paling parah mungkin hanya dilaporkan ke pihak berwajib,” pungkas Lexi.