Ditanya Masih Tingginya Harga Gas Industri, Menperin: Yang Penting Industri Jalan

Oleh : Ridwan | Senin, 18 Februari 2019 - 14:40 WIB

INDUSTRY.co.id - Cikampek, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto enggan mengomentari terkait masih tingginya harga gas industri yang masih menjadi beban bagi para pelaku usaha di Indonesia.

"Harga gas siapa yang mau bahas?, yang penting industri-nya jalan," kata Airlangga saat ditanya terkait masih tingginya harga gas industri dalam peresmian pabrik kaca PT. Asahimas Flat Glass di Kawasan Industri Indotaisei, Cikampek, Jawa Barat, Senin (18/2).

Ditambahkan Menperin, untuk saat ini yang paling terpenting industri nasional terus berjalan. "Industri sangat kuat keterkaitannya dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Jadi, yang penting pabrik terus jalan," terangnya.

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perinduatrian Muhammad Khayam mengatakan, pembahasan terkait penurunan harga gas industri masih terus dilakukan dengan pimpinan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

"Kita masih terus bahas dengan Bapak Menko Darmin. Artinya ini tidak dibiarkan saja, kita terus update dan terus mengarahkan untuk lebih baik," terangnya.

Menurut Khayam, masih tingginya harga gas industri memang sangat berpengaruh terhadap investasi baru dan yang akan ekspansi di Indonesia. 

"Untuk ekspansi dan investor baru yang ingin masuk ke Indonesia masih menahan diri, salah satu faktornya adalah masih tingginya harga gas industri. Yang namanya investasi harusnya difasilitasi termasuk harga gas, nah ini yang sedang dibahas oleh Bapak Menko agar harga gas di dalam negeri menarik," papar Khayam.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan, salah satu industri yang merana lantaran belum kunjung turunnya harga gas adalah kaca lembaran.

Menurutnya, dengan belum dilakukannya penurunan harga gas, kapasitas  produksi pabrik kaca juga turun dari semula 1,5 juta ton per tahun menjadi 1,25 juta ton per tahun. 

"Persoalan ini sangat krusial, kami (Industri Kaca) terseok-seok," tegas Yustinus.

Dijelaskan Yustinus, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, harga gas industri di Indonesia masih menjadi yang tertinggi di ASEAN. Dengan harga gas industri industri di Indonesia yang mencapai USD 8 per million metric british thermal unit (MMBTU), lebih tinggi jika dibandingkan Malaysia, Filipina, dan Singapura yang hanya sebesar USD 3 per MMBTU.

"Tingginya harga gas menjadi salah satu penyebab menurunnya daya saing industri kaca nasional," imbuhnya.

Oleh karena itu, Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) mendesak agar pemerintah segera menurunkan harga gas agar industri nasional semakin berdaya saing di pasar global.

Seperti diketahui, kebijakan pemerintah untuk penurunan harga gas industri sejatinya bukan lagi sebuah wacana karena telah diamanatkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi jilid III dan diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 agar harga gas industri harus turun ke level US$ 6 per million metric british thermal unit (MMBTU). 

Namun, hingga kini penurunan harga gas industri tersebut belum kunjung terlaksana. Alhasil pelaku usaha yang banyak bergantung produksinya pada bahan bakar gas terus mendesak pemerintah untuk segera mengimplementasikan kebijakan tersebut. 

Dilain sisi, Kementerian Perindusrian mengkalim terdapat tujuh industri yang sudah disesuaikan terkait penurunan harga. 

Lima industri diantaranya menjadi fokus awal yakni untuk industri pupuk, baja, petrokimia, keramik dan kaca. Sementara dua lagi yakni oleochemical, sarung tangan karet masih dalam perundingan.

Dalam perjalanannya sejauh ini baru tiga sektor industri yang harga gas kini maksimal US$ 6 per MMBTU, yaitu baja, pupuk dan petrokimia. Sementara empat industri lain yaitu keramik, kaca, sarung tangan karet dan oleochemical belum juga mendapatkan penurunan harga gas.