Jokowi Menyesal Belum Bisa Turunkan Harga Semen di Papua

Oleh : Irvan AF | Jumat, 24 Februari 2017 - 21:27 WIB

INDUSTRY.co.id, Ambon - Presiden Joko Widodo, mengakui belum berhasil untuk menurunkan harga semen yang tergolong relatif tinggi di provinsi Papua.

"Saya belum mempunyai jurus khusus untuk menurunkan semen di Papua. Harganya belum menurun karena jurusnya belum ketemu. Saya meyakini Insya Allah harganya nanti juga akan sama," kata Presiden pada pembukaan sidang Tanwir Muhammadiyah, di Ambon, Jumat (24/2/2017).

Kepala Negara mengaku, mendengar laporan dari masyarakat Wamena dan daerah Puncak Jaya bahwa hanya semen berkisar antara Rp800 ribu/sak hingga Rp1,5 juta/ sak, padahal di Pulau jawa hanya Rp70.000 per sak.

"Saya saat rapat kabinet sudah menyampaikan, tetapi banyak yang tidak percaya dan mengatakan ngak mungkin pak--ngak mungkin pak," katanya.

Malah saat berkunjung ke Wamena 1,5 tahun lalu dirinya mengecek kepada masyarakat dan ternyata harga semen hingga sampai ke kawasan puncak malah lebih mencengangkan yakni Rp2,5 juta/ sak.

"Bagaimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan jika harga semen di Jawa Rp70.000/ sak dan di Papua Rp2,5 juta/sak," tandasnya.

Sedangkan menyangkut harga bahan bakar minyak (BBM) di Papua sudah bisa diatasi. Harga jualnya sudah sama dengan yang berlaku di berbagai daerah di Tanah Air yakni Rp6.450/ liter.

"Saat berkunjung ke Papua saya sempat kaget saat dilaporkan oleh masyarakat bahwa harga BBM dijual Rp60.000/ liter jika keadaan normal. Rp100 ribu jika kondisi tidak normal. Itu belum yang di Puncak Jaya dan Lani Jaya harganya lebih tinggi lagi," katanya.

Menurutnya, sudah berpuluh tahun masyarakat di provinsi paling timur Indonesia tersebut menikmati harga BBM yang tinggi tanpa protes, sedangkan di Pulau Jawa hanya naik Rp500 - Rp1.000 bisa menimbulkan demonstrasi hingga tiga bulan.

Kendati harga BBM satu harga baru dapat diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia setahun setelah kunjungan ke Papua yakni pada Oktober 2016, tandas Jokowi, hal itu dikarenakan banyak pihak yang mengambil keuntungan dari tingginya harga BBM di provinsi Papua.