Aktivitas Politik dalam Bisnis Perusahaan Harus Lebih Transparan

Oleh : Hariyanto | Minggu, 11 November 2018 - 13:18 WIB

INDUSTRY co.id - Jakarta - Koneksi politik diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan, karena perusahaan yang terhubung secara politik dapat memanfaatkan koneksi pemerintah tersebut untuk mendapatkan peluang bisnis yang menguntungkan.

Di sisi lain, koneksi politik juga dikhawatirkan dapat mengurangi nilai perusahaan, karena potensi terjadinya transaksi yang meragukan antara pendukung politik dan orang dalam.

Terlebih lagi, transparasi untuk mengungkapkan keterlibatan direktur dan komisaris bisnis dalam politik – atau sebaliknya keterlibatan politikus sebagai anggota dewan direktur dan komisaris bisnis perusahaan - tidak sepenuhnya diatur oleh undang-undang dan regulasi di Indonesia selain peraturan yang sudah ditetapkan oleh OJK menyangkut Politically Exposed Person (PEP) dalam industri jasa keuangan.

Iman Harymawan, S.E., MBA , Ph.D dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, mengatakan pada acara diskusi tersebut, secara etika, keterlibatan politik oleh para pengambil keputusan di sebuah perusahaan, seperti anggota dewan direktur dan komisioner, seharusnya diungkap secara detil dan konsisten dalam laporan tahunan, namun masih banyak perusahaan yang belum transparan karena sifatnya sebatas sukarela.

"Praktik pengawasan etika hubungan politik dan bisnis sangat diperlukan, dan dapat direalisasikan apabila adanya regulasi resmi dari pemerintah yang mendorong perusahaan transparasi dan akunbilitas perusahaan-perusahaan tersebut.” kata Iman.

Menurut Professor Ferdinand A. Gul, Alfred Deakin Professor, Faculty of Business & Law Deakin University Australia, keterlibatan aktivitas politik dalam bisnis sebetulnya tidak ada manfaat positif bagi keberhasilan perusahaan tersebut, bahkan dapat berdampak negatif, berdasarkan sejumlah riset.

“Perusahaan dengan direktur atau komisioner yang mempunyai hubungan politik tidak mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap penghasilan bisnis, dan justru mempunyai dampak negatif terhadap nilai perusahaan karena besarnya potensi tindak korupsi dan nepotisme yang sudah ramai diberitakan oleh media.” katanya.

Deny Poerhadiyanto, Head of Indonesia, ICAEW, selaku moderator pada acara diskusi tersebut menambahkan, sangat penting bagi ekonomi berkembang seperti Indonesia untuk menumbuhkan budaya whistleblowing dalam sikap profesionalisme.

"Profesi akuntan yang bertanggung jawab adalah salah satu garis depan yang mempunyai peran penting dalam menjaga etika bisnis, apalagi yang sudah melibatkan hubungan politik. Koneksi politik dalam berbisinis seharusnya mempunyai kontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi negara, tidak hanya kepentingan individu atau perusahaan.” ungkapnya.

Panel diskusi “Aktivitas Politik Perusahaan Di Negara-Negera Berkembang” tersebut juga disertai oleh Endy M. Bayuni, Senior Editor Jakarta Post, dan Budi Setyarso, Editor in Chief Koran Tempo yang juga ikut serta membahas hubungan politik dan bisnis dalam segi perspektif pengamatan media.