Bank-Peritel Tumbuh Pesat

Oleh : Herry Barus | Kamis, 25 Oktober 2018 - 09:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Hasil riset Brandz Top 50 Most Valuable Indonesian Brands yang merupakan hasil kolaborasi perusahaan jasa komunikasi global WPP, dengan perusahaan riset perikanan, Kantar Millward Brown, menunjukkan merek bank dan peritel tumbuh pesat.

"Kami meriset merek berdasarkan kesuksesan komersialnya, serta kami mewawancarai ribuan pelanggan untuk mencari tahu dampak dari merek itu," kata Chief Commercial Officer (CCO) Kantar Millward Brown Indonesia, Richard McLeod, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (20/10/2018)

Sebagaimana diketahui, penilaian terhadap 50 merek paling berharga di Indonesia sudah memasuki dari tahun keempat, dan ditilik dari nilai valuasinya, ke-50 merek tersebut memiliki valuasi 81 miliar dolar atau meningkat 13 persen dibanding tahun sebelumnya.

Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa dari 10 merek Indonesia paling berharga pada 2018, sebanyak empat dari 10 merek teratas adalah perbankan, yaitu BCA (peringkat ke 1), BRI (2), Bank Mandiri (3), dan BNI (10).

Disorot dalam studi tersebut banwa institusi bank dan retailer atau peritel adalah yang memiliki pertumbuhan paling pesat di Indonesia, yaitu masing-masing sebesar 10 persen dan 8 persen.

Sementara itu, WPP Country Manager Indonesia, Ranjana Singh menyatakan, merek-merek sudah tidak lagi bergantung kepada kenikan distribusi untuk mendorong pertumbuhan laba.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Poernomo seperti dilansir Antara menilai industri perbankan nasional perlu penguatan modal agar semakin kompetitif.

Menurut Slamet di Jakarta, Selasa (23/10), penguatan modal perbankan tersebut diperlukan dalam menghadapi era suku bunga tinggi saat ini.

Ia menuturkan konsolidasi perbankan dapat dilakukan dengan merjer ataupun akuisisi. Dalam setahun terakhir, OJK sendiri sudah melakukan penilaian (assesment) terhadap kondisi masing-masing bank, apakah perlu dilakukan konsolidasi atau tidak.

Sementara itu, Bank Indonesia memandang industri perbankan domestik masih akan menjalani kondisi likuiditas yang longgar dan belum ada risiko pengetatan, meskipun pertumbuhan tahunan Dana Pihak Ketiga melambat dibanding proyeksi sebelumnya.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto dalam jumpa pers Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (23/10), menggunakan indikator likuiditas yakni Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK). Kondisi AL/DPK perbankan, kata dia, masih terjaga di sebesar 18,3 persen per Agustus 2018.

Dengan rasio AL/DPK tersebut, lanjut Erwin, perbankan masih memiliki ekses likuiditas untuk mencapai target pertumbuhan penyaluran kredit hingga akhi tahun sebesar 10-12 persen (yoy).