Musim Kemarau Panjang Bisa Ganggu Produksi Beras

Oleh : Herry Barus | Selasa, 16 Oktober 2018 - 16:02 WIB

INDUSTRY.co.id - Bali - Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Khudori menilai musim kemarau panjang yang salah satunya dipengaruhi fenomena El Nino dapat menganggu produksi pangan khususnya beras hingga awal 2019.

Khudori dalam pernyataan yang diterima Antara di Bali, Senin (15/10/20180 , mengatakan, berkurangnya curah hujan karena kemarau tersebut bisa menganggu suplai air yang dibutuhkan oleh padi untuk tumbuh.

"Padi itu salah satu tanaman pangan yang membutuhkan banyak air," katanya.

Kondisi tersebut, tambah dia, akan membuat sawah yang mengandalkan pengairan dari air hujan, tidak mau berproduksi dengan optimal.

Ketidakoptimalan panen tersebut juga didukung oleh rusaknya lahan sawah di daerah terdampak bencana seperti Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tenggara yang setiap tahun menyumbang produksi beras tiga juta ton.
 

"Kalau rusak setengahnya saja, bisa kehilangan potensi 1,5 juta ton padi," kata Khudori. Melihat kondisi yang ada, Khudori ragu apabila bisa produksi beras hingga akhir tahun berpotensi mengalami surplus dan hal ini harus menjadi perhatian pemerintah.

Hal serupa juga diungkapkan pengamat pertanian IGM Andi Syahid Muttaqin bahwa usim kemarau pada tahun ini sedikit unik, karena bagian utara khatulistiwa justru mengalami musim hujan.

Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama karena terdampak munsoon di India. Pakar agroklimatologi ini memperkirakan musim kemarau panjang ini bisa berakhir di 10 harian pertama bulan November.

Meski demikian, pada saat bersamaan, telah muncul siklus El Nino yang dapat mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu.

Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus juga mengingatkan kemarau panjang telah menyebabkan terjadinya paceklik di Jawa yang saat ini menyumbang 60 persen total luas lahan pertanian di Indonesia.

"Terdapat risiko gagal panen yang lebih besar. Kekeringan itu akan menyebabkan seharusnya produksi satu ton, ini jadi setengahnya. Makin jauh dari optimal," katanya, Data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya dan tahun ini berpotensi menimpa 28 provinsi.