Dalam Lawatannya ke Korsel, Presiden Jokowi Bawa Pulang Investasi Senilai Rp92 Triliun

Oleh : Ridwan | Selasa, 11 September 2018 - 13:15 WIB

INDUSTRY.co.id - Seoul, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Korea Selatan menghasilkan kesepakatan bisnis senilai 6,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp92 triliun (kurs Rp14.800 per dolar AS).

Kunjungan Jokowi ke Korsel merupakan kunjungan balasan dari kunjungan Presiden Moon Jae-in ke Indonesia November 2017.

Dalam kunjungan itu, Jokowi menghadiri one-on-one meeting dengan beberapa perusahaan besar Korea Selatan dan menghadiri pertemuan forum bisnis Forum dengan asosiasi dan perusahaan-perusahaan Korea Selatan.

Dalam kunjungan tersebut, Presiden menerima pimpinan empat perusahaan besar Korsel ecara bergantian, di salah satu ruangan Hotel Lotte, Seoul. Mereka menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia.

Keempat pimpinan perusahaan besar itu adalah Kag-gyu Hwang (Vice Chairman Lotte Group), Choi Jeong-woo (Chairman & CEO POSCO), Kyung-shik Sohn (Chairman CJ Group), dan Chung Euison (Vice Chairman Hyundai Motor Company).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong yang ikut mendampingi Presiden mengatakan, kunjungan ini ditandai dengan penandatanganan 15 nota kesepahaman dan enam komitmen investasi business to business.

”Dengan ditandatanganinya 15 nota kesepahaman dan enam komitmen investasi tersebut diharapkan sentimen pelaku usaha luar terhadap pasar nasional dapat menjadi lebih baik.” ujarnya dalam keterangan tertulis di Seoul (10/9/2018) waktu setempat. 

Pria yang kerap disapa Tom itu berharap komitmen investasi bisa direalisasikan. Apalagi, rencana bisnis itu menyasar sektor industri utama, termasuk otomotif. Hal tersebut dinilainya perlu direspons secara positif mengingat banyak komitmen investasi itu membidik pasar ASEAN dan Australia.

“Yang paling penting itu adalah meyakinkan investor bahwa Indonesia adalah tempat yang nyaman untuk berinvestasi. Kebanyakan negara yang ekonominya sedang terpuruk, karena tidak bisa menjaga sentimen pasar atau pelaku usaha,” kata Tom.