Kerugian Besar, Potensi EBT Terancam Tidak Dapat Dioptimalkan

Oleh : Herry Barus | Sabtu, 11 Februari 2017 - 04:59 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Potensi energi baru terbarukan (EBT) yang luar biasa besar, terancam tidak bisa dioptimalkan sehingga dampaknya negara juga berpotensi mengalami kerugian besar, ujar pakar geothermal Universitas Indonesia Yunus Daud.

"Negara berpotensi rugi, dalam arti pengembangan energi baru terbarukan akan mengalami perlambatan. Hal ini adalah ironi, karena sebelumnya gairah untuk mengembangkan EBT, termasuk panas bumi, sangatlah besar," kata Yunus di Jakarta, Jumat (10/2/2017)

Menurut dia, terbitnya Permen ESDM Nomor 12 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan untuk Penyediaan Listrik, menjadi penyebab hal itu.

Pembatasan harga EBT maksimal 85 persen dari Biaya Pokok Produksi (BPP) seperti tertuang dalam Permen tersebut, lanjutnya, akan membuat para investor menjadi mundur. "Bagaimana mau berinvestasi, jika dibatasi begitu," kata dia seperti dilansir Anttara.

Kondisi demikian, menurut Yunus, sangat merugikan, terlebih jika melihat target pemerintah untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.

Menurut dia, akan semakin sulit bagi pemerintah untuk mengejar target tersebut, jika Permen Nomor 12 tahun 2017 tetap diberlakukan.

"Padahal, kita semua tentu berharap target itu tercapai, bahkan kalau bisa lebih. Namun dengan Permen tersebut, tentu ketergantungan kepada bahan bakar fosil akan kembali besar," kata Yunus.

Pemerintah, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional bertekad menggenjot pengembangan EBT, yang mana dalam kebijakan tersebut, target bauran EBT pada 2020 disebut sebesar 17 persen, sedangkan, pada 2025 pemanfaatan EBT diharapkan sampai 23 persen.

"Sebenarnya, kebijakan sebelumnya sudah membuat iklim investasi lebih baik. Terbukti kan sudah banyak investor berminat mengembangkan geothermal. Tetapi dengan keadaan seperti ini, mereka bisa jadi mundur. Jadi apa mungkin target 2025 bisa tercapai?" lanjut dia.

Yunus menyayangkan kebijakan tersebut, apalagi melihat potensi EBT yang sangat luar biasa dan diharapkan bisa menggantikan energi fosil di masa mendatang.

Potensi energi panas bumi di Indonesia, misalnya, mencapai 27 GWe dan sangat erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam kerangka tektonik dunia.

Menurut dia, Menteri ESDM harus duduk bersama dengan para stakeholder, baik pengusaha maupun BUMN guna mencari solusi terkait persoalan tersebut.

Dari sana, lanjutnya, Menteri ESDM bisa mendapat masukan, kondisi seperti apa yang bisa membangkitkan kembali gairah pengembangan EBT yang merupakan energi masa depan dan diharapkan bisa menjadi alternatif pengganti energi fosil.