Pengerukan Pulau Gusung Diduga Ilegal

Oleh : Irvan AF | Kamis, 09 Februari 2017 - 17:47 WIB

INDUSTRY.co.id, Makassar - Proyek Reklamasi Central Poin of Indonesia (CPI) kembali menuai protes dari Aliansi Masyarakat Pesisir (ASP) Makassar, Sulawesi Selatan, karena pengerukan pasir di pulau Gusung Tanggayya diduga ilegal.

"Pengerukan pasir putih di pulau tersebut kami duga ilegal, karena tidak mempunyai izin lingkungan dan Amdal, mereka berdalih memindahkan limbah, faktanya pasir," kata Juru bicara ASP Muhammad Al Amin di kantor LBH Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (9/2/2017).

Menurut dia, izin Amdal untuk pengambilan material urungan pasir pada proyek reklamasi CPI seharusnya di Pulau Sanrobengge, Kabupaten Takalar dan sebagian di wilayah Gowa, bukan di Pulau Gusung.

Selain itu koordinator advokasi Walhi Sulsel ini mengatakan, perbuatan pengembang diketahui PT Yasmin Bumi Asri dan PT Ciputra Grup adalah pelanggaran yang tidak melihat dampak yang ditimbulkan pada kondisi ekosistem laut.

"Untuk itu mendesak pengembang CPI menghentikan aktivitas penambangan pasir putih di pulau setempat. Mendesak Kapolda Sulsel mengambil tindakan tegas kepada pengembang karena melanggar ketentuan Amdal CPI," tegasnya.

Pihaknya juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyegel seluruh aktivitas Reklamasi CPI. KKP juga didesak melakukan pengkajian ulang proyek yang masih berperkara ini.

Sementara Staf pembela umum LBH Makassar Edy Kurniawan mengungkapkan berdasarkan hasil penelusuran di lokasi ditemukan banyak kejanggalan. Selama pengerukan yang berlangsung dua bulan (Desember-Januari) warga nelayan meradang.

Luasan Pulau Gusung Tanggayya masih masuk Kelurahan Lae-lae, Makassar, sekitar empat hektar. Akibat pengerukan, warga nelayan yang bermukim sebanyak 30 Kepala Keluarga dengan 15 rumah harus pindah di daerah bibir pantai.

"Mereka harus pindah dekat pemecah ombak dan rawan akan air pasang yang membahayakan jiwa mereka. Bahkan cuaca buruk belakangan ini sejumlah kapal nelayan ditambatkan juga sempat dihanyutkan gelombang," bebernya.

Kapal yang mengangkut pasir tersebut diketahui menggunakan kapal Tongkang LCT Meranti 703 Balikpapan. Dua alat berat digunakan mengeruk pasir lalu diangkut menggunakan tiga truk ke kapal tongkang kemudian dibawa ke CPI.

"Pernah warga protes pengerukan itu, kemudian belakangan pihak pengembang bersama dari Binmas, Polair dan Lantamal melakukan pertemuan, namun hasinya tidak ada. Malah pengerukan dilakukan massif dan membawa kerukan pasir saat malam hari disaat warga tidur," katanya.

Diketahui, Pulau Gusung berfungsi sebagai penahan ombak untuk melindungi pelabuhan Sukarno Hatta (pelabuhan Makassar). Beberapa warga nelayan menempati pulau tersebu sejak 1974.

Salah seorang Tokoh Masyarakat di pulau itu, Amir, mengatakan aktivitas pengerukan pasir sangat menggangu aktivitas masyarakat, padahal pulau itu didulunya ditempati untuk menambatkan kapal bukan hanya nelayan tapi dari kapal Lantamal maupun Polair .

"Kami curiga pengerukan itu tanpa izin, sebab tidak diketahui lurah maupun camat, seharusnya mereka tahu. Pernah pada pertemuan dengan suruhan pengembang mengaku kepada warga punya izin, tetapi tidak bisa ditunjukan," bebernya.

Selain itu jumlah total kerukan pasir berdasarkan dokumen yang mereka punyai, kata Amir, sebanyak 35 ribu kubik. Artinya itu akan menghabisi semua lahan di pulau itu. Pihak pengembang mengaku izinnya dari Gubernur Sulsel.

"Kondisi saat ini di pulau sudah berlubang-lubang dan sudah setengah pulau terkikis dan sebentar lagi akan habis bila tidak dihentikan segera, kasihan warga disana," harapnya.

General Manager Joint Operation (JO) Ciputra Yasmin Bumi Asri, Tony Kustono pada proyek CPI saat dikonfirmasi berdalih semua dilakukan atas dasar izin dan sudah komplit.

"Pengerukan itu sudah mendapat persetujuan PT Pelindo Makassar untuk mengeruk sendimen karena pendangkalan, izin produksi juga sudah kami punya, jadi tidak ada masalah," katanya.(iaf)