Kisruh Soal Susu Sapi, Pemerintah Berkewajiban Lindungi Peternak

Oleh : Hariyanto | Rabu, 15 Agustus 2018 - 22:09 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Menanggapi polemik yang berkembang, menyusul perubahan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) berkaitan dengan peternak sapi perah lokal, Pengajar Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Rahmat Pambudi mengatakan, menjadi tanggung jawab pemerintah, untuk mengambil alih efek dari terbitnya revisi Permentan berkaitan penyerapan susu sapi, sebagai jawaban dari keresahan para peternak. 

Permentan No.30 tahun 2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu diterbitkan, merevisi Permentan No.26 Tahun 2017. Efeknya, industri pengolahan susu tak lagi wajib menyerap susu sapi peternak lokal. 

Pertanyaan pun mengalir dari peternak sapi perah di tanah air. Karena merasa  kini tak ada lagi kepastian penyerapan pasar daari susu produksi sapi ternak mereka. 

“Tanggung jawab pemerintah untuk mengambil alih, agar peternak tidak rugi. Karena perlindungan terhadap petani dan peternak merupakan amanat Undang-undang No.19 Tahun 2013, tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani”, ujar Rahmat dalam keterangan media di Jakarta, Rabu (15/8/2018).

Rahmat menambahkan, pemerintah harus mengawal stabilitas ekonomi dengan menjaga agar roda usaha agribisnis berbasis sapi perah, harus tetap untung di semua lini. Sehingga menciptakan suasana kondusif sedemikian rupa, agar tercipta iklim usaha yang saling menguntungkan. 

“Semua, mulai dari peternak sapi perah, penjual pakan ternak, koperasi peternakan dan usaha yang berkaitan dengan ternak sapi, industri, hingga konsumen, semua harus untung. Dalam arti jangan sampai ada satu pihak yang menikmati keuntungan, sementara ada pihak lain yang merugi”, tambah Rahmat. 

Dorong Industri Untuk Serap Susu Sapi Lokal

Kementan tentu memahami amanat undang-undang untuk melindungi peternak. Untuk itu, menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Ketut Diarmita, Kementan terus mendorong industri persusuan nasional menyerap susu peternak lokal sebagai bentuk keberpihakan terhadap peternak sapi perah. Pola kemitraan industri dan peternak tetap harus dilakukan meski ada revisi Permentan 26 tahun 2017.

Sebelumnya Kementan telah menjelaskan, kebijakan ini dikeluarkan karena Amerika Serikat (AS) mengancam akan mencabut produk ekspor Indonesia dari Generalized System of Preferance (GSP) sehingga bisa menurunkan nilai ekspor Indonesia. Juga merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO, karena itu, beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan hortikultura dan peternakan harus direvisi.

"Jika kita berani menjadi anggota WTO, risikonya adalah kita harus mampu mensinergikan aturan aturan atau regulasi kita terhadap aturan yang ada di WTO. Setelah kita sinergikan, bukan berarti kita harus habis akal," ungkapnya.

Apalagi kondisi saat ini menurut Ketut, terdapat dinamika global yang terus menggerus nilai rupiah. Dampaknya, pasokan bahan baku (susu) impor dirasakan semakin mahal. Substitusi bahan baku (susu) dalam negeri, menjadi sangat dibutuhkan agar produk olahan susunya tetap mampu bersaing, baik di pasar domestik maupun pasar Asean maupun Asia. 

Ketut menambahkan, selama ini Kementan senantiasa menjalankan fungsinya memberi bantuan pada petani nasional. Program untuk memajukan peternak salah satunya asuransi ternak sapi bersubsisi, Inseminasi Buatan (IB) dalam program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab), Kredit Usaha Rakyat khusus utk pembiakan sapi, serta memfasilitasi kapal khusus ternak.