Stranas Pencegahan Korupsi untuk Eliminasi Penyelewengan Birokrasi

Oleh : Herry Barus | Rabu, 15 Agustus 2018 - 22:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Kementerian Dalam Negeri mengakui perilaku korupsi kalangan pejabat birokrasi di pusat maupun daerah masih tinggi akibat rendahnya komitmen dan integritas. Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi diharapkan mampu mengurangi korupsi di lingkungan pemerintahan dari hulu dan hilir.

Demikian disampaikan Tjahjo Kumolo dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Kolaborasi Cegah Korupsi” di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018).

"Ini permasalahan serius yang kita harus hadapi bersama," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Mendagri menambahkan, persoalan inilah tantangan yang mesti dihadapi bersama menyangkut masih rendahnya komitmen dan integritas dari pejabat birokrasi di daerah.

Tjahjo memberikan ilustrasi, beberapa waktu lalu dirinya pernah mendampingi Presiden untuk meneken komitmen pencegahan korupsi dimana seluruh gubernur dan walikota dikumpulkan di istana selama jam 17.00 lalu jam 17.30 kemudian KPK melakukan OTT kepala daerah yang baru ikut pertemuan itu. Lokasinya dekat istana pula," tukas Tjahjo.

Padahal, menurut Mendagri, Presiden dalam pertemuan tersebut menyampaikan pelbagai modus korupsi yang kerap dilakukan pejabat daerah serta memahami wilayah abu-abu korupsi terkait modus mengakali perjalanan dinas, mutasi PNS, gratifikasi, perizinan proyek dan bantuan sosial (bansos).

"Pernah juga ada kami bawa ke KPK para kepala daerah untuk memahami soal perizinan pertambangan. Ada seorang kepala daerah yang paling kencang mendukung pencegahan korupsi pertambangan, eh, tiga hari kemudian kepala daerah itu kena OTT KPK," ungkap Tjahjo Kumolo.

Kemendagri mencatat setidaknya ada sejumlah modus korupsi pejabat daerah pada tahun 2016 sampai 2017 ada sebanyak  514 kasus penyalahgunaan perizinan, 399 kasus proyek fiktif, 229 kasus pelaporan fiktif ,suap dan gratifikasi 68 kasus.

"Ini saya kira satu masalah yang menyedihkan, walau ada pengawasan internal masih belum efektif cegah korupsi, regulasi juga belum sinkron," jelas Mendagri.

Dengan pertimbangan dalam rangka upaya pencegahan yang lebih terfokus, terukur, dan berorientasi pada hasil dan dampak, pemerintah memandang bahwa Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 20 Juli 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (tautan: Perpres Nomor 54 Tahun 2018).

Menurut Perpres ini, fokus Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meliputi: a. perizinan dan tata niaga; b. keuangan; dan c. penegakan hukum dan reformasi birokrasi, yang dijabarkan melalui Aksi PK.

"Dalam rangka menyelenggarakan Stranas PK, dibentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut Timnas PK," bunyi Pasal 4 ayat (1) Perpres ini.

Timnas PK, menurut Perpres ini, terdiri atas menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di dalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara, kepala lembaga nonstruktural yang menyelenggarakan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional dan pengelolaan isu strategis, serta unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Turut hadir dalam FMB 9 kali ini antara lain Ketua KPK Agus Rahardjo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.