Laba Pertamina 2018 Diperkirakan Meningkat

Oleh : Hariyanto | Jumat, 27 Juli 2018 - 20:09 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan laba usaha PT Pertamina (Persero) diperkirakan dapat meningkat atau lebih besar dibanding pada 2017.

"Pemerintah sudah memutuskan untuk menambah subsidi solar menjadi Rp2.000 per liter. Dengan tambahan subsidi tadi, bisa menutup 'potential lost', sehingga saya memperkirakan pada 2018 laba usaha Pertamina masih akan meningkat dan diperkirakan lebih besar dibanding laba 2017," kata Fahmy saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/7/2018)

Fahmy menjelaskan Pertamina pada 2017 mengalami penurunan laba (potential lost) sebesar 19,3 persen dari 3,16 miliar dolar AS pada 2016, turun menjadi 2,55 miliar dolar AS pada 2017.

Ia menilai penurunan laba tersebut disebabkan karena Pertamina tidak dapat menaikkan harga jual Premium dan Solar di tengah meroketnya harga minyak dunia yang mencapai 74,1 dolar AS per barel.

Dalam waktu hampir bersamaan, kurs rupiah cenderung melemah, sehingga berpotensi membengkakkan biaya operasional, terutama biaya impor BBM.

Untuk meminimkan penurunan laba itu, Pemerintah yakni Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM memutuskan untuk menambah subsidi solar sebesar Rp1.500 per liter, dari Rp500 per liter, naik menjadi Rp2.000 per liter.

Penambahan subsidi solar itu diperkirakan dapat mendongkrak pendapatan Pertamina pada 2018 hingga mencapai Rp23,2 triliun. Selain itu, Pemerintah pada 2018 juga sudah membayar utang subsidi Pemerintah kepada Pertamina sebesar Rp16 triliun.

"Dengan tambahan subsidi, ditambah pembayaran utang dari Pemerintah, ada sekitar Rp39 triliun 'cash inflow' yang diperoleh Pertamina. Dengan pendapatan itu, maka bisa menghilangkan 'potential lost' tadi," kata Fahmy.

Ia menambahkan potensi pertumbuhan laba Pertamina 2018 yang lebih besar dari tahun sebelumnya, didasarkan dengan asumsi harga minyak dunia yang tidak melebihi 70 dolar AS per barel, serta kurs rupiah yang stabil dan tidak melemah.

"Karena bebannya akan makin berat kalau rupiah melemah. Jadi sebenarnya keuntungan Pertamina bisa lebih besar. Tidak rugi, apalagi bangkrut, saya kira berlebihan kalau ada pernyataan itu," ungkapnya. (Ant)