Korban Pelanggaran Hak Anak Cederung Meningkat

Oleh : Anisa Triyuli | Selasa, 24 Juli 2018 - 12:55 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyebut kecenderungan yang terjadi pada 2018 menunjukkan jumlah korban pelanggaran hak anak di hitung per kasus menjadi semakin banyak.

"Kalau dilihat data 2014, pengaduan cukup tinggi mencapai 5066, lalu sempat turun pada 2015 tapi naik lagi di 2016 dan 2017. Tren di 2018, satu kasus korbannya bisa lebih dari satu,"kata Susanto saat melakukan ekspose kasus perlindungan anak semester I 2018 di Jakarta, Senin.

Ia mencontohkan kasus pelanggaran hak anak di Tangerang Selatan di mana ada satu pelaku dengan 45 korban, sedangkan di Jambi satu pelaku namun korbannya 87 hingga 88 anak. Sementara di Aceh satu pelaku korbannya 25 anak.

Menurut dia, kondisi ini cukup mengenaskan. Seharusnya intervensi pencegahan dan penanganan perlu dilakukan dengan lebih cepat sehingga tidak terulang.

Jika melihat dari analisis gender dari total 1901 jumlah korban dan pelaku pelanggaran hak anak untuk periode 1 Januari hingga 31 Mei 2018 tercatat 971 (51 persen) merupakan anak perempuan sedangkan anak laki-laki mencapai 930 (49 persen). Dari angka tersebut terlihat pelanggaran hak anak masih rentan untuk anak perempuan.

Jika pengaduan kasus pelanggaran hak anak berdasarkan klaster di KPAI diketahui pada 2017 terbanyak ditempati persoalan anak berhadapan dengan hukum, yang diikuti dengan isu keluarga dan pengaduan alternatif, dan diikuti dengan isu pornografi anak, lalu kejahatan siber.

Ia mengatakan penggunaan gawai pada anak-anak perlu diatur agar tidak terpapar konten negatif.

"Di beberapa Kementerian sudah ada memang upaya melakukan itu".

Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime KPAI Margaret Aliyatul Maimunah seperti dilansir Antara mengatakan rekomendasi yang diberikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yakni harus tegas memberikan hukuman bagi penyedia jasa aplikasi yang tidak mau memblokir konten negatif khususnya yang memuat pornografi.

Selain itu, menurut dia, pemerintah pusat dan daerah harus segera membentuk regulasi berupa Perda tentang pemasangan perangkat lunak filtering serta pemblokiran pornografi. Masyarakat pun harus aktif melakukan pengawasan peredaran pornografi dan berbagai bentuk kejahatan internet pada anak.

Aparat penegak hukum perlu ditingkatkan jumlah dan kapasitasnya agar dalam penanganan perkara anak korban pornografi dan kejahatan "online" dapat berjalan cepat. Dan ia juga mengatakan perlu ada keterlibatan aktif masyarakat, keluarga, dan orang tua agar tidak berdampak negatif pada anak.

Dan terkahir rekomendasi yang diberikan yakni masyarakat hendaknya mempunyai aturan atau komitmen dengan anak dalam penggunaan internet dan telepon pintar. Serta memahami literasi digital guna mencegah terpengaruhnya anak dari berbagai konten negatif di internet.