Tekan Impor Bahan Baku, Kemenperin Pacu Investasi Industri Kimia Hulu

Oleh : Ridwan | Jumat, 13 Juli 2018 - 15:38 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong masuknya investasi di sektor industri kimia hulu. Hal ini guna menekan angka impor yang semakin tinggi. 

"Contohnya, perusahaan asal Korea Selatan, Lotte Chemical akan melakukan peletakan batu pertama di Cilegon untuk pembangunan pabrik yang memproduksi nafta cracker pada akhir tahun 2018," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Jumat (13/7/2018). 

Ditambahkan Ngakan, melalui investasi Lotte Chemical yang mencapai USD3,5 miliar, diharapkan dapat mendukung pengurangan impor produk petrokimia hingga 60 persen. 

Disamping itu, lanjut Ngakan, PT. Chandra Asri Petrochemical juga berencana membangun kembali pabrik pengolah nafta cracker kedua yang menelan investasi sebesar USD 4-5 miliar. 

“Dengan tambahan investasi kedua perusahaan tersebut, Indonesia akan mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun atau yang terbesar keempat di ASEAN setelah Thailand, Singapura dan Malaysia," paparnya.

Menurut Ngakan, pengembangan investasi sektor industri manufaktur perlu terus didorong melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif dan berbagai kebijakan strategis. Misalnya, pemberian insentif fiskal bagi investasi baru maupun yang ekspansi, guna lebih memacu produktivitas dan daya saingnya.

Pada Februari 2018, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) Sektor Industri Tertentu Tahun Anggaran 2018. 

Berdasarkan regulasi tersebut terdapat 27 sektor industri yang diberikan fasilitas BMDTP, termasuk empat sektor baru yaitu industri pembuatan lead ingot, telepon seluler, kacamata, dan kacang almond. 

“Hingga saat ini, jumlah perusahaan industri yang memanfaatkan fasilitas BMDTP sebanyak 217 perusahaan dari 41 sektor industri," ungkapnya.

Selain BMDTP, pemerintah masih melakukan finalisasi untuk aturan insentif bagi pelaku industri yang akan berinvestasi di Indonesia. Fasilitas yang akan diberikan berupa tax allowance, tax holiday hingga super deductible tax.

Ngakan menilai, kondisi ekonomi di Indonesia sampai akhir tahun 2017 relatif cukup kuat. Capaian ini membuat Indonesia semakin diperhitungkan sebagai salah satu pemain kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global. 

Indonesia mampu memberikan kontribusi sebesar 2,5 persen terhadap pertumbuhan dunia, di mana mengungguli sumbangsih beberapa negara maju seperti Korea Selatan, Australia, Kanada dan Jepang. 

"Hal tersebut tidak terlepas dari peran penting sektor industri manufaktur," tegasnya. 

Pada tahun 2017, industri menyumbang sebesar 74,10 persen dalam struktur ekspor Indonesia dengan nilai mencapai USD125,02 miliar, naik 13,14 persen dibanding 2016 sekitar USD109,76 miliar. "Seiring dengan peningkatan tersebut, neraca perdagangan produk industri juga terus mengalami peningkatan," ucap Ngakan. 

Pada tahun 2014, neraca perdagangan produk industri mengalami defisit sebesar USD4,81 miliar. Sedangkan, tahun 2017, neraca perdagangan produk industri mengalami perbaikan sehingga menjadi surplus di angka USD2,87 miliar.

Bahkan, tenaga kerja industri juga meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor industri nasional, imbuhnya. Pada tahun 2010, terdapat 13,82 juta tenaga kerja di sektor industri, dan naik menjadi 17,5 juta tenaga kerja di tahun 2017.