Polemik SKM, BPOM Lalai Beri Perlindungan Bagi Anak

Oleh : Herry Barus | Sabtu, 07 Juli 2018 - 09:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Medan-Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai lalai memberikan perlindungan terhadap konsumen, terutama bagi anak dalam mengawasi peredaran Susu Kental Manis (SKM), menyusul temuan produk tersebut terbukti tidak mengandung susu.

Koordinator Divisi Anak Yayasan Pusaka Indonesia, Marjoko di Medan, Jumat(6/7/2018) mengatakan, perlu dilakukan penyidikan serius terhadap produsen susu kental manis itu karena merupakan tanggung jawab mereka dalam mengedarkan produk tersebut.

Hal itu seharusnya tidak perlu terjadi bila pengawasan  dilakukan secara intensif. Jangan sampai ada unsur kesengajaan dalam memproduksi, mengiklankan, dan mengedarkan produk tersebut. Ini berkaitan dengan perlindungan hak konsumen.
 

"Terutama anak-anak yang menjadi target pemasaran produk SKM," katanya.

Bila kejadian itu dibiarkan, Marjoko khawatir kejadian serupa akan terulang karena tidak ada efek jera.

Karena itu, ia meminta pemerintah memastikan produk makanan, obat dan lainnya yang beredar aman di konsumsi dan tidak merugikan hak-hak konsumen, terutama bagi anak-anak.

Sebagai lembaga yang konsern terhadap perlindungan anak, maka Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) dan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) memprotes keras kepada BPOM karena telah terjadi korban  anak setelah memanfaatkan produksi SKM.

"BPOM dan produsen harus bertanggung jawab karena tidak bekerja secara profesional dalam memberikan perlindungan bagi anak-anak Indonesia," katanya

Sedangkan, Wakil Direktur Eksekutif Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP), Maman Natawijaya mengatakan semestinya surat edaran yang diterbitkan BPOM tersebut harus tidak diterbitkan setelah terjadi kasus, melainkan jauh sebelum diproduksi dan diedarkan.

BPOM seharusnya memberikan peringatan tentang rambu-rambu, mekanisme dan persyaratan yang harus dilakukan para produsen, sehingga masyarakat pengguna SKM tidak  melakukan tindakan salah yang pada akhirnya meninbulkan korban.

Tindakan BOPM, lanjut dia, merupakan suatu tindakan terlambat sebagai penyeleggara negara dan mengabaikan perlindungan kepentingan umum sehingga tidak profesional.

 "Seharusnya BOPM secara ketat melakukan pengawasan agar masyarakat terlindungi dari pemanfaatan atau penggunaan produksi obat dan makanan di Indonesia," kata Maman