KKSK Sempat Minta Interpol Cari Keberadaan Sjamsul Nursalim

Oleh : Herry Barus | Jumat, 06 Juli 2018 - 09:02 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) sempat meminta Interpol untuk mencari keberadaan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim yang masih menunggak pembayaran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Mantan Koordinator Tim Pengarah Bantuan Hukum (TPBH) KKSK 2000-2002 Hadiah Herawatie membenarkan pertanyaan jaksa penuntut umum tentang keberadaan Sjamsul di luar negeri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (5/7/2018)

Hadiah bersaksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004 yang didakwa bersama-sama dengan Ketua KKSK Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.

TPBH juga yang memberikan tiga syarat untuk dikeluarkan Surat Ketentuan Lunas (SKL) untuk BDNI.

"Pertama, penyelesaian pembayaran Rp1 triliun harus diselesaikan. Kedua, kalau sistem setlement-nya dengan penyerahan aset maka aset yang diserahkan harus disempurnakan. Ketiga, tim minta dilakukan tabulasi, yaitu FGD (Focus Group Discussion) terhadap aset-aset yang diserahkan supaya tahu berapa nilainya. Saya sendiri kalau ditanya detail MSAA Sjamsul Nursalim saya tidak tahu karena saya tidak baca dan bukan saya yang menangani," jelas Hadiah.

BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998.

Berdasarkan perhitungan BPPN, BDNI per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun.

Sedangkan kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemegang saham (Jumlah Kewajiban Pemegang Saham JKPS), yaitu Sjamsul Nursalim, adalah Rp28,408 triliun berupa aset sebesar Rp27,495 triliun ditambah uang tunai sebesar Rp1 triliun.

Aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp18,85 triliun termasuk di dalamnya piutang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Syamsul Nursalim.

Belakangan diketahui bahwa piutang Rp4,8 triliun itu macet. BPPN pada 27 April 2000 memutuskan utang petambak yang dapat ditagih adalah Rp1,34 triliun dan utang yang tidak dapat ditagih, yaitu Rp3,55 triiun, diwajibkan untuk dibayar kepada pemilik atau pemegang saham PT DCD dan PT WM.

Dengan demikian, total kewajiban Sjamsul Nursalim adalah Rp28,5 triliun ditambah Rp3,55 triliun menjadi Rp32 triliun. (T.D017) Sigit Pinardi. (Ant)