Menperin Pacu Penggunaan Nikel dan Kobalt Jadi Komponen Baterai Mobil Listrik

Oleh : Ridwan | Rabu, 04 Juli 2018 - 13:47 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu pengembangan mobil listrik di Indonesia. Pada kesempatan kali ini, Kemenperin bekerjasama dengan Toyota Indonesia bersama enam perguruan tinggi negeri di Indonesia dalam melakukan riset dan study pentahapan teknologi mobil listrik di dalam negeri.

Adapaun keenam perguruan tinggi negeri tersebut antara lain, Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknogi Bandung (ITB), Universitas Sebelas Maret (UNS) Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), dan Universitas Udayana.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, dalam study lanjutan kali ini, Toyota akan menyerahkan masing-masing tiga mobil listrik jenis Hybird, Plug in Hybird, dan Commercial engine untuk enam perguruan tinggi negeri tersebut.

"Study ini lamanya tiga bulan, diharapkan bukan Agustus depan sudah ada hasil kajian terkait pemanfaatan teknologi electric vehicle ini," kata Airlangga di Jakarta, Rabu (4/7/2018).

Ditambahkan Menperin, nantinya sesudah tiga bulan, kita akan melihat bagaimana kendaraan ini bisa dipasarkan di dalam negeri. "Ditargetkan tahun 2025, 20 persen dari pasar otomotif dimana diperhitungkan jumlahnya 2 juta domestik market, 400 ribunya itu electeic vehicle," terangnya

Terkait regulasi, ia menjelaskan, untuk road map sudah kita selesaikan, tinggal finalisasi insentif fisklanya saja yang sedang digodok oleh Kementerian Keuangan. Menurutnya, insentif fiskal ini menjadi kebijakan keseluruhan dari mulai mini tax holiday, super deductible tax untuk vokasi dan inovasi, sertav review pajak kendaraan mewah (PPnBM).

"Semua insentif fiskal sudah kita ajukan dan saat ini sedang dalam tahap finalisasi di Kemeterian Keuangan, saya berharap dalam waktu dekat ini semuanya sudah final," ucap Airlangga.

Menperin menilai, salah satu kunci pengembangan mobil listrik itu berada di teknologi energy saving, yaitu penggunaan baterai. "Indonesia punya sumber bahan baku untuk pembuatan komponen baterai, seperti nikel murni," ujarnya.

Artinya, nikel murni tersebut bisa diproduksi dan diolah di dalam negeri. Bahkan, sudah ada industri pengolahan nikel murni yang berinvestasi di Morowali dan Halmahera."Selain itu, ada satu bahan baku lainnya, yakni kobalt yang juga dapat mendukung pembuatan baterai. Potensi kobalt ini ada di Bangka," imbuhnya.

Dengan ketersediaan dua sumber bahan baku tersebut, Menperin meyakini, teknologi baterai untuk mobil listrik dapat dikuasai terlebih dahulu. Seiring penerapan teknologi tersebut, mobil yang ramah lingkungan juga bisa menggunakan fuel cell atau bahan bakar hidrogen.

"Nah, ini menjadi salah satu renewable energy yang sedang kita dalami. Kemenperin telah bekerja sama dengan Fraunhofer dan Tsukuba University untuk melakukan litbang terhadap jenis ganggang tertentu dengan Palm Oil Mill Effluent (POME) yang bisa menghasilkan biofuel," tutur Airlangga.