Tujuh Alasan Kebijakan Perluasan Perpanjangan Waktu Zone Ganjil Genap Demi Menyukseskan AG 2018 yang Ngawur
INDUSTRY.co.id - Penerapan peluasan zone ganjil-genap untuk pemakaian kendaraan mobil pribadi sekaligus penambahan waktu selama jam kerja dari pagi sampai malam, yaitu dari pukul 06.00. sampai dengan pukul 20.00., hemat saya, merupakan kebijakan yang ngawur dan merugikan negara! Kenapa? Ini alasan-alasannya:
(1) Kebijakan ganjil genap itu, bakal memperlambat pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia. Hal ini karena akses ke pusat-pusat bisnis, perbelanjaan, dan hiburan menjadi sangat sulit, sehingga perputaran uang bakal jauh berkurang. Padahal Indonesia saat ini justeru sedang membutukan percepatan perekonomian untuk mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan perekonomian terutama dalam mengatasi tekanan perekonomian dunia yang melambat dan efek menguatnya dolar Amerika di seluruh dunia.
(2) Perluasan penerapan zone ganjil genap dan membuatnya menjadi seharian waktu kerja, tidak memikirkan alternatif jalan penyaluran kendaraan pribadi. Dengan begitu, bakal banyak menghambat aktivitas masyarakat. Misal, sekedar contoh, warga Bintaro yang mau ke Kebon Sirih, harus cari jalan alternatif mana, sulit menemukan alternatif jalan. Contoh lain, warga Kelapa Gading yang berkantor di Jalan Sudirman, juga susah cari jalan alternatif. Mau kemana? Belum lagi bakal sangat sulitnya, dan bahkan sebagian tidak mungkin, menempuh jalan dari rumah-rumah warga (juga dokternya)? ke rumah-ruma sakit yang terkena jalur ganjil genap , bakal membuat warga kebingungan. Kebijakan perluasan zone ganjil genap dan memperpanjang selama jam kerja yang tidak memikirkan alternatif jalan tentu bukan hanya merepotkan, tapi juga membuat “ *mati suri* ” sebagaian aktivitas (bisnis) masyarakat.
(3) Dengan sarana jalan yang serba susah dan harus berputar-putar menempuh jalan yang jauh dan lama selama waktu kerja dari pagi sampai malam, ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Dalam perlambatan perekonomian dan persaingan global yang tajam, tentu biaya ekonomi tinggi di Indonesia ini menyebabkan daya saing ekonomi Indonesia juga bakal tersudut.
(4) Dengan zone ganjil genap yang diperluas dan waktunya menjadi seharian penuh jam kerja (pukul 06.00. - 20.00.) akan ada _opportunity lost_ yaitu kehilangan kemungkinan mendapat keuntungan. Maksudnya, dengan adanya agenda Asia Games, maka akan datang puluhan ribuan turis peserta Asia Games dengan para offial dan pendukungnya ke Jakarta dan Indonesia umumnya. Mereka ini potensial buyer terhadap produk dan barang-barang Indonesian dan memberika masukan devisa . Nah, seharusnya akses mereka ke pasar dan sentra perjualan serta tempat wisata dipermudah. Sebaliknya dengan adanya perluasan zone ganjil genap selama jam kerja, malah mempersempit dan mempersulit akses para turis berbelanja dan memberikan devisa kepada kita, sehingga peluang menggaet keutungan jadi menipis atau hilang. Itu pun belum terhitung keuntungan valas yang tidak jadi terima alias sirna yang seharusnya Indonesia terima.
(5). Warga malah jadi susah nonton acara Asia Gamesnya sendiri, karena akses jalan sulit, berputar-putar. Mereka yang tadinya berniat menonton pertandingan-pertandingan Asia Games menjadi malas menontonnya, setidaknya akan mengurangi jumlah mengunjungi pertandingan. Para atlit Indonesia yang membutuhkan full dukungan penonton nasiobal pun, kemungkinan jumlah dukungan itu menciut. Padahal mereka dituntut untuk berprestasi yang mengharumkan bangsa.
(6) Membuat citra Asia Games di mata warga jadi buruk, lantaran Asia Games dinilai menyengsarakan warga. _Ngapain_ ada Asia Games kalau cuma jadi kosmetik yang menyenangkan asing, tapi justeru menyengsarakan anak bangsa sendiri?
(7) Memperburuk citra pemerintah, khususnya dalam kaitan dengan perpajakan. Pembangunan yang dihasilkan dari uang masyarakat lewat perpajakan, yang seharusnya wajar dinikmati lagi oleh masyarakat, tapi dengan acara Asia Games hasilnya malah gak dapat dinikmati warga sendiri. Buat apa _dong_ bayar pajak yang semakin tinggi, setidaknya pikiran semacam itu normal saja muncul di banyak benak masyarakat dan tentu ini merugikan citra pemerintah yang sangat getol-getolnya menanggok pajak.
WINA ARMADA SUKARDI, wartawan senior.)