Industri Farmasi Terpukul Akibat Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS

Oleh : Ridwan | Rabu, 23 Mei 2018 - 13:05 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) sempat menyentuh level Rp14. 200 per USD. Kondisi ini tentunya sangat mempengaruhi sektor industri Indonesia.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut industri farmasi paling terpukul akibat nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menembus level Rp 14.200.

Pasalnya, tambah Meneprin, industri tersebut sebagian bahan bakunya impor menggunakan dolar AS, sementara dijualnya dengan rupiah di pasar dalam negeri.

"Ada banyak sektor termasuk farmasi. Industri pharmaceutical menjadi persoalan karena dia sebagian bahan baku impor jualnya Rupiah," ujar Airlangga di Jakarta (22/5/2018).

Ia menambahkan, hingga saat ini industri farmasi nasional masih sangat bergantung pada bahan baku impor karena dipengaruhi oleh sejumlah hal.

"Ya tentu ada kaitannya dengan intellectual property right (hak kekayaan intelektual), kemudian kalau kita bicara dengan bio chemical ada urusan dengan sampel, bagaimana sampel itu bisa diekspor impornya lebih mudah," lanjutnya.

Namun, tambahnya, bagi sebagian perusahaan skala menengah besar yang pendapatannya dalam bentuk dolar AS, tekanan Rupiah tidak berpengaruh signifikan. Sebab, mereka telah menerapkan skema natural hedging, dimana mereka masih mengimpor bahan baku akan tetapi secara bersamaan menerima pemasukan dalam bentuk dolar AS.

"Industri itu rata-rata yang menengah besar itu pinjamannya dalam USD sehingga tentunya penurunan Rupiah itu tidak memberikan efek yang besar," jelas dia.

Di sisi lain, kondisi ini justru memberikan berkah bagi Industri Kecil Menengah (IKM) yang mayoritas produknya menggunakan komponen lokal, sedangkan pangsa pasar mereka mayoritas ekspor.

Airlangga menekankan, yang terpenting bagi sektor industri adalah stabilitas nilai tukar Rupiah. "Sebab, sektor industri membutuhkan asumsi Rupiah untuk menjaga alokasi anggarannya serta kinerja keuangan perusahaan," tetangnya.

Pemerintah pun berupaya untuk meningkatkan bahan baku lokal untuk industri farmasi agar tidak terlalu bergantung impor. Dengan demikian ketika dolar AS naik, dia tidak terlalu terdampak.

"Oleh karena itu Kementerian Perindustrian sedang berbicara untuk lokal konten. Jadi semakin banyak konten lokal itu akan sangat membantu daya saing industri," ujarnya.

Industri farmasi pun disebut Airlangga hanya satu dari banyak sektor industri yang terdampak penguatan dolar AS.

"Dan kebanyakan kan sebagian besar bahan baku penolongnya dari dalam negeri. Yang paling persoalan itu adalah industri yang bahan bakunya impor, penjualannya domestik. Nah itu bahan bakunya dolar, jualnya rupiah," tutur Airlangga.