Dompet Dhuafa Bermitra Cari Solusi Bagi Pengungsi

Oleh : Anisa Triyuli | Jumat, 27 April 2018 - 14:19 WIB

INDUSTRY.co.id

Jakarta- Dompet Dhuafa dan PAHAM Indonesia bermitra untuk mencari solusi bagi pengungsi sekaligus mendorong semua pemangku kepentingan untuk segera mengembangkan mekanisme penanganan pengungsi dan pencari suaka di bidang pendidikan serta kesehatan.

"Agar kerja sama PAHAM Indonesia dan Dompet Dhuafa mendukung upaya pengembangan dan penguatan mekanisme serta melibatkan pemerintah Indonesia, lembaga zakat, lembaga kemanusiaan dan organisasi nonpemerintah (LSM), ditambah IHRA (Initiative for Human Rights in Asia)," kata Direktur Program Dompet Dhuafa Sabeth Abilawa di Jakarta, Kamis (26/4/2018)

Dia mengatakan DD bersinergi dan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga nasional maupun internasional untuk menuntaskan permasalahan bagi para pengungsi.

"Dompet Dhuafa dalam rangka 25 tahun ini terus bekerja sama dan menjadi penggerak dalam kasus kemanusiaan di dunia internasional," kata dia.

Indonesia, kata dia, meski belum meratifikasi konvensi PBB tahun 1951 terkait pengungsi dan pencari suaka tetap perlu didorong adanya upaya dan regulasi yang berkelanjutan, terencana dan sistematis.

Dalam merespons isu pengungsi dan pencari suaka yang kondisinya cukup memprihatinkan tersebut, lanjut dia, Dompet Dhuafa menggulirkan "School for Refugees" untuk memberikan aktivitas positif sebagai bentuk penyembuhan trauma sekaligus pembelajaran bahasa Indonesia bagi anak-anak pengungsi.

"Selain itu, Dompet Dhuafa bekerja sama dengan UNHCR memfasilitasi kesehatan dasar pengungsi, dengan tujuan mengurangi angka kematian ibu-bayi di masa persalinan," kata dia.

Menurut data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hak Asasi Manusia dan Hukum, ada 14.364 pengungsi dan pencari suaka di Indonesia pada 2017. Sekitar 1.958 pengungsi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi, 2.062 di ruang tahanan Kantor Imigrasi dan 32 di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Kemudian 4.478 pengungsi juga tinggal di rumah komunitas dan 5.382 pengungsi hidup sebagai pengungsi independen.

"Masalah pengungsi adalah hasil dari krisis kemanusiaan di negara asal mereka. Misalnya, krisis kemanusiaan di Myanmar yang telah mempengaruhi warga etnis Rohingya, sebuah etnis minoritas di Myanmar," kata dia.

Selain itu, kata dia, ada pengungsi yang kemungkinan melarikan diri karena ada penindasan militer dan pemerintah terhadap etnis minoritas Muslim di Thailand Selatan dan Filipina Selatan. (Ant)