Pemerintah Perlu Lebih Serius Memperhatikan Nasib Dalang

Oleh : Amazon Dalimunthe | Senin, 16 April 2018 - 16:58 WIB

INDUSTRY.co.id - JAKARTA,--Negara dan Pemerintah terkesan kurang peduli dengan harkat seni dan martabat seniman sebagai pengawal jati diri bangsa. Keberpihakan Pemerintah terhadap nasib Dalang dan Wayang masih dirasa memprihatinkan. Demiikian disampaikan budayawan, Muhamad Sobari, dalam sarasehan bertajuk Quo Vadis PEPADI yang digelar di Hotel Santika TMII, Jakarta, pekan lalu.

Pemerintah harusnya hadir memberi pengayoman setimpal dengan kemuliaan dan keadaban yang telah dipersembahkan jagat seni Wayang dan senimannya kata Sobari. Sebab Dalang menggenggam kompetensi tertinggi dari kearifan bangsa, yang berimplikasi pada tatanan sosial dan politik. Oleh karena itu, Dalang harus berada di tempat tinggi, agar mampu memengaruhi kebijakan Pemerintah.

Di masa lalu, lanjut Sobari, Negara menunjukkan perannya sebagai pelindung seni dan seniman. Penyelenggara Negara memiliki perhatian dan respek terhadap eksistensi jagat kesenian. Sejatinya kedermawanan kepada seniman dan seni adalah dedikasi yang luhur, ungkapnya.

Menurut Sobari, Dalang tidak hanya memanggul perannya sebagai seniman, tetapi seorang Empu, sekaligus rohaniawan. Membentuk manusia takwa, yang kreatif, dan produktif. Pendidikan Indonesia, harusnya membentuk Empu kehidupan. Kesaksian atas kehidupan mereka yang menemukan berbagai penemuan di berbagai bidang; sosial, ekonomi, politik, dan budaya di tengah bangsanya.

Maka dengan kompetensi seperti ini adalah naif jika merendahkan Dalang. Jika mengurus seni budaya (Wayang) Pemerintah tidak ada dana, lalu mengurus apalagi. Menyekolahkan orang-orang sampai S3 ke luar negeri -- itu saja belum tentu serius, kok bisa. Jika kita nunggu Pemerintah memikirkan kita, sampai kiamat, kritik Sobari.

Sarasehan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-47 PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia) ini berlangsung hangat. Mengerucut pada opini dari para peserta diskusi, yaitu belum maksimalnya peran Negara pada jagat seni dan seniman.

Pembicara lainnya dalam sarasehan ini, Ki Purbo Asmoro, S.Kar. M.Hum (Dosen Senior ISI Surakarta), Taufik Rahzen (Staf Ahli Menteri Pariwisata RI), dan Prof. DR. Ir. Sugeng P. Haryanto (Guru Besar Universitas Lampung), dengan Moderator Y. Sudarko Prawiroyudo (Dalang).

Hadir di acara ini Direktur Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud), Dr. Restu Gunawan M.Hum, Ketua Dewan Kebijakan SENA WANGI, Drs. H. Solichin, Ketua Umum PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia), Kondang Sutrisno, SE, Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI), Suparmin Sunjoyo, Presiden UNIMA (Union Internationale de la Marionnette) Indonesia, Drs. TA. Samodra Sriwidjaja, serta Dr. Sri Teddy Rusdy, SH. M.Hum (Ahli Filsafat Wayang).

Hadir juga sejumlah Dalang, Pesinden, Pengrawit, yang merupakan anggota dan pengurus PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia), dari Komisariat Daerah di 23 Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Ketua Umum PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia), Kondang Sutrisno, SE, menjelaskan, bahwa acara sarasehan, seminar, workshop, atau talk show, akan menjadi agenda tetap PEPADI. Setiap tahun ganjil bulan September, misalnya PEPADI menggelar Festival Dalang Bocah Nasional. Kemudian setiap tahun genap bulan September, menggelar Festival Dalang Bocah dan Dalang Muda Nasional. , terang Kondang.

DaaTahun 2019 mendatang, lanjut Kondang, PEPADI akan menyelenggarakan Audisi Pesinden Nasional. Tahun 2020 PEPADI mewakili Indonesia menjadi tuan rumah Kongres dan Festival Wayang Dunia, yang akan diselenggarakan di Bali. Pada intinya kompetensi seniman Dalang mengalami puncaknya. Generasi baru terus bermunculan dan lebih merata di seluruh penjuru tanah air, ujar Kondang optimis.

Kepala Bidang Humas Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI), Eny Sulistyowati S.Pd , MM, yang hadir di acara tersebut, menyampaikan, para seniman yang mampu mempertautkan aktivitas keseniannya dengan kekinian, dapat memberi andil memperkuat eksistensi kesenian tradisional.

Kesenian, menurutnya, bukan benda mati yang statis. Tetapi ekspresi para pelakunya yang dari waktu ke waktu juga mengalami perubahan. Ketidak mampuan para seniman melakukan adaptasi terhadap situasi baru, lambat laun dapat menyurutkan keberadaan kesenian tradisional. Para pendukung dan pemangku kesenian tradisional harus mampu memanfaatkan situasi kekinian, ujarnya.(AMZ)