Pemerintah Diminta Awasi Distibusi Garam Impor

Oleh : Herry Barus | Sabtu, 14 April 2018 - 13:37 WIB

INDUSTRY.co.id - Pati- Pemerintah diminta mengawasi secara ketat distribusi garam impor agar tidak terjadi penyalahgunaan untuk kepentingan garam konsumsi karena bisa merugikan petani lokal, kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera Mohamad Sohibul Iman.

"Informasi dari pengepul garam di Desa Pecangaan, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, ternyata turunnya harga garam lokal di tingkat pasar salah satunya diduga karena beredarnya garam impor," ujarnya ditemui di sela-sela kunjungan ke salah satu tambak garam di Desa Pecangaan, Jumat (13/4/2018)

Berdasarkan informasi yang diterima, kata dia, garam impor yang seharusnya digunakan untuk kepentingan industri, ternyata beredar pula di pasaran menjadi garam konsumsi.

Akibatnya, lanjut dia, pengepul garam petani yang terlanjur membeli garam petani dengan harga tinggi, kini tidak berani menjualnya ke pasaran karena harga jual garam impor jauh lebih murah.

Karena adanya penyalahgunaan tersebut, lanjut dia, mengganggu stabilitas harga garam konsumsi dari petani garam lokal.

"Petani lokal pun tidak bisa menikmati keuntungan seperti yang diharapkan," ujarnya.

Menurut dia masih dibukanya keran impor garam karena kebutuhan garam nasional belum mampu dipenuhi oleh petani lokal.

Bahkan, kata dia, kepemilikan tambak garam saat ini jelas masih kurang karena baru terpenuhi sekitar 60 persen dari total kebutuhan lahan secara nasional.

"Kepemilikan lahan setiap petani belum pada tingkat skala ekonomi yang menguntungkan," ujarnya.

Sementara tingkat produktivitasnya, lanjut dia, masih perlu ditingkatkan karena masih banyak yang menerapkan teknologi konvensional dan belum banyak yang menggunakan teknologi geomembran.

Salah seorang pengepul garam di Desa Pecangaan, Sukirno mengakui dibukanya keran impor garam memang mengganggu stabilitas harga garam lokal.

Informasinya, kata dia, harga garam impor hanya Rp1.500 per kilogramnya, sedangkan harga garam yang dimiliki diperoleh dari petani setempat sebesar Rp1.600/kg.

Harga jual tersebut, kata dia, belum mempertimbangkan biaya pengemasan maupun pengangkutan serta penyusutannya.

"Saya baru bisa mendapatkan keuntungan ketika laku dijual di pasaran berkisar Rp2.500/kg. Sedangkan harga jual Rp2.200/kg belum termasuk biaya pengemasan," ujarnya. (Ant)