Perayaan Paskah Penggugah Kepekaan Sosial Kader PMKRI

Oleh : Herry Barus | Sabtu, 31 Maret 2018 - 09:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) sebagai mitra kritis pemerintah dan masyarakat melihat tiga pokok persoalan bangsa yang perlu diperhatikan.

Hal tersebut disampaikan Ketua Presidium PP PMKRI, Juventus Prima Yoris Kago dalam siaran pers Pesan Paskah PP PMKRI Sanctus Thomas Aquinas yang diterima redaksi Industry.co.id (Sabtu 31/3/2018)

Ketiga persoalan itu menurut Juventus, pertama, soal hak asasi manusia (HAM) yang hari-hari ini belum tuntas proses penuntasannya. Kebebasan berpendapat dibungkam, banyak korban ketidakadilan, perdagangan manusia (human trafficking) masih menjadi trending topic serta penegakan hukum masih jauh dari keadilan. Malah bermunculan pelanggaran baru.

Kedua, ekologi. Soal kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kian menjadi, akibat watak materialis yang dipengaruhi oleh ekspansi pasar global.

Ketiga, persatuan Indonesia.Keragaman adalah kekayaan bangsa ini, namun beberapa tahun belakangan, energi bangsa terkuras oleh perdebatan abadi yang tidak akan pernah selesai tentang dikotomi “kami dan mereka”.

Menurut Juventus, ruang gerak perbedaan kian dipersempit oleh logika primordialistik yang laris manis di akar rumput.

Maraknya ujaran kebencian dan aksi saling serang antar warga bangsa di media sosial menunjukkan tajinya yang liar dan beringas. Pemicunya, soal politik identitas. Memasuki tahun politik rasanya perlu kerja keras membumikan semangat persatuan:Kita Indonesia!

Ketiga persoalan pokok tersebut melalui semangat Paskah ini menggugah kepekaan sosial kita sebagai kader-kader PMKRI untuk bangkit menyerukan persoalan bangsa di atas. PMKRI dituntut untuk sadar dan terlibat dalam peristiwa hidup bermasyarakat. Keyakinan iman agama, perlu membuka diri meyakini bahwa Paskah memberikan ruang dan waktu bagi kita untuk kembali pada hakekat perjuangan perhimpunan yang dicita-citakan.

"Paskah itu pesta kebangkitan, seruan soal moral sekaligus sebuah ajakan untuk membangkitkan kembali semangat ‘’spiritualitas keterlibatan’’ guna menjawab masalah kesenjangan dan krisis sosial bangsa, dengan bertumpu pada Pancasila sebagai simpul gerakan persatuan. Sebab, #Kita_Indonesia,"ungkap Juventus.

Lebih lanjut Juventus mengungkapkan kini kita hidup di era aksesoris dan selebritis. Orang mengutamakan tampilan luar. Balutan kemegahan dan penuh rekayasa. Tata krama sebagai budaya bangsa ini mulai terurai.

Semakin menumpuknya manusia-manusia virtual yang lahir dari rahim digital. Di saat yang sama era digital mengurung peradaban budaya dan dimensi kultural kian tersisih.

Teknologi menurut Juventus mengalienasi manusia dari cita rasa budayanya. Manusia mencitrakan diri terjebak dalam pencaharian jati dirinya. Di tengah derasnya arus teknologisasi, kita kehilangan individualitas sebagai pribadi yang utuh.

Ritual keagamaan untuk berefleksi justru dijadikan sebagai ruang untuk berpolitik, manuver sana-sini demi pemenuhan hasrat kekuasaan.

"Tatanan sosial dirusak oleh perilaku koruptif yang kian menggurita. Rasa solidaritas diabaikan. Ketaatan beragama hanya sebagai pintu gerbang beretorika membeli suara rakyat. Tatanan etis berbangsa diacak-acak oleh golongan preman berjas,"tegasnya.

PMKRI sambung Juventus melihat hukum bak sebuah utopia. Pasal-pasal yang dirancang demi untung rugi semata, bukan demi kepentingan semua orang. Keragaman direduksi untuk tidak plural lagi. Prinsip demokrasi belum sepenuhnya terwujud.

Universalitas nilai sebagai simpul antar agama dalam negara demokrasi kata Juventus terjebak oleh kepentingan kelompok. Buktinya perbedaan masih terus diperdebatkan.

Perbedaan yang diperdebatkan dalam negara demokrasi harusnya perbedaan pendapat, bukan agama. Demokrasi lahir sebagai sistem yang menyetarakan, agama memberi pedoman dasar dalam berdemokrasi.

Dalam dunia politik sambung Juventus, kita harus kembali ke gagasan dasar politik yaitu kepentingan bersama demi terwujudnya kebaikan bersama (bonum commune). Demokrasi harus kembali pada prinsip dasarnya: universalitas nilai sebagai modal menjamin hak hidup bersama. Ada kesetaraan yang harus diperjuangkan.

Ekonomi menurut Juventusharus bersasar pada tatanan sosial warga bangsa. Logika pasar harus berpegang pada tatanan etis berbangsa. Hukum harus menganut prinsip keadilan.

Semua warga bangsa harus punya kedudukan yang sama di depan hukum. Ketegasan dan keterbukaan sistem menjadi perhatian bersama agar mengurangi penyakit sosial yang sistemik yaitu perilaku koruptif.

"Prinsip institusi sosial yang adil dan penataan etika perlu dijalankan agar ruang bagi siasat jahat koruptif semakin sempit dan pada gilirannya Indonesia bebas korupsi dapat tercapai,"harap Juventus.