DPR Desak BPOM Tarik Sejumlah Obat Tidak Halal dari Pasaran

Oleh : Herry Barus | Minggu, 25 Maret 2018 - 05:27 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menarik sejumlah obat yang diduga mengandung enzim babi atau tidak halal dari pasaran.

"Kami memberikan tenggat waktu satu bulan, agar BPOM menarik obat yang mengandung enzim babi secara massal," ujar Dede di Jakarta, Jumat (23/3/2018)

Dede menjelaskan pihaknya masih menerima keluhan dari masyarakat mengenai masih beredarnya produk obat yang mengandung babi di pasaran.

"Kami menerima keluhan dari masyarakat bahwa di antara 13 produk enzyme, masih ada yang dijual secara dalam jaringan (daring). Ini harus ditarik dari pasaran, baik sifatnya penjualan luar jaringan (luring) atau daring." Dede menjelaskan produk obat maupun suplemen tergolong produk farmasi yang sensitif, apalagi telah terjadi kasus kontaminasi kandungan babi.

"Masalahnya kan mengandung babi. Memang benar, banyak obat mengandung babi, tetapi khusus Indonesia negara yang mayoritas Muslim perlu diberikan kata-kata mengandung babi. Biasanya ada kode tertentu, sehingga masyarakat bisa menentukan sendiri dia mau menggunakan produk itu atau tidak," tegas Dede

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN Hang Ali juga menilai BPOM kurang transparan dalam menyikapi kasus produk enzyme yang tercemar DNA babi.

"Selama ini yang ramai kan dua produsen, nyatanya ada 15 produsen. Produknya juga mengandung pancreatin. Dari 13 produk, satu katanya tidak terbukti, empat mengembalikan izin edar dan ditarik produk, nah yang 13 ini kasusnya apa, harus dijelaskan. Jangan diam-diam saja. Jangan-jangan kasusnya sama," kata Ali kepada awak media.

Menurut Ali, BPOM harus bertanggung jawab terhadap masyarakat apalagi negara ini konsumennya mayoritas Muslim. Pihaknya mendesak BPOM untuk memperketat pengawasan di lapangan dari hulu. Apalagi diketahui Indonesia masih sebagian besar mengandalkan bahan baku farmasi dari luar negeri.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Marinus Sae juga mempertanyakan 13 produk enzim yang masih diperdagangkan secara online. "Kami minta untuk yang masih memproduksi, itu harus dihentikan dan tidak boleh diteruskan. Tidak boleh dibiarkan, semua harus ditindak. BPOM tidak boleh tebang pilih, nanti kesannya ada sesuatu," kata Marinus.

Pengawasan Sekretaris Utama (Sestama) BPOM Elin Herlina yang menggantikan Kepala BPOM mengakui kasus produk enzim yang mengandung DNA babi merupakan kasus sensitif.

"Kami menyadari aspek kandungan babi adalah sensitif. Karena itu ada proses sampling khusus untuk itu. Kami juga melakukan pengawasan setelah dipasarkan untuk memastikan data sama dengan saat dijual," kata Elin.

Elin mengakui untuk fungsi pengawasan, pihaknya terkendala anggaran dan sumber daya manusia.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lukmanul Hakim, menilai dengan ditemukannya obat maupun suplemen yang mengandung babi seharusnya semakin mendorong agar industri farmasi di Tanah Air semakin maju dan mencari alternatif lain yang halal.

"Seharusnya tidak memperdebatkan lagi mengenai penting atau tidaknya sertifikasi, tetapi penelitian farmasi di Tanah Air ini justru harus semakin meningkat. Seperti industri pangan kita dulu juga banyak yang tidak halal, tetapi sekarang mengalami kemajuan yang signifikan. Kami berharap begitu juga untuk industri farmasi mencari alternatif enzim yang halal," kata Lukman.

Namun Lukman menilai industri farmasi di Tanah Air masih jalan di tempat. Jika terus demikian, dia khawatir justru farmasi dari luar negeri yang melirik pasar farmasi di Tanah Air.