Indef Nilai Utang RI Bagai Bom Waktu yang Dapat Hilangkan Kedaulatan Ekonomi Negara

Oleh : Ridwan | Rabu, 21 Maret 2018 - 18:30 WIB

INDUSTRY.co.id -Jakarta, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan utang Indonesia yang cukup pesat dalam tiga tahun terakhir bagaikan bom waktu yang dapat menghilangkan kedaulatan ekonomi negara, sehingga patut diwaspadai.

Direktur eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan utang sebenarnya merupakan tambahan modal guna meningkatkan kemampuan pembiayaan pembangunan.

"Artinya, dengan tambahan utang mestinya Indonesia mampu untuk meningkatkan produktivitas dan akselerasi pertumbuhan ekonomi. Termasuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia," ujar Enny Enny dalam konferensi pers INDEF Menggugat Produktivitas Utang di kantornya, Rabu (21/3/2018).

Namun, lanjut Enny, nyatanya posisi utang Indonesia terus bertambah. Tetapi, sebaliknya produktivitas dan daya saing perekonomian justeru menurun. Bahkan ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap asing justru meningkat.

Utang kita sudah ibarat bom waktu yang jika dibiarkan negara ini akan kehilangan kedaulatan ekonomi negara. Di mana ketergantungan pada asing begitu tinggi, sehingga segalanya bisa diinginkan oleh asing di negara kita sendiri, katanya.

Enny juga melihat adanya kesimpangsiuran terkait total posisi utang negara saat ini. Menurutnya, total utang negara Indonesia setidaknya telah mencapai lebih dari 7.000 triliun rupiah, yang terdiri atas total utang pemerintah dan swasta.

"Peruntukan utang pemerintah adalah digunakan dalam membiayai defisit anggaran, dan utang swasta dilakukan oleh korporasi swasta dan BUMN," terang Enny.

Kementerian Keuangan dalam APBN 2018 menyatakan total utang pemerintah mencapai Rp4.772 triliun. Namun jika menelisik data out-standing Surat Berharga Negara (SBN) posisi September 2017 sudah mencapai Rp3.128 triliun. Angka itu terdiri SBN denominasi Rupiah Rp2.279 triliun, dan dalam denominasi Valas 849 triliun.

Sementara posisi Utang Luar Negeri Pemerintah (2017) telah mencapai US$177 miliar (kurs 13.500 sekitar Rp 2.389 triliun). Utang luar negeri swasta tahun 2017 sebesar US$ 172 miliar (kurs 13.500 sekitar Rp 2.322 triliun), besar kemungkinan belum termasuk semua utang BUMN.

Utang pemerintah terus meningkat secara agresif sejak 2015. Peningkatan utang diklaim karena kebutuhan belanja infrastruktur yang menjadi prioritas kerja pemerintahan Jokowi, ujar Enny.

Tercatat, utang pemerintah melonjak dari Rp3.165,13 triliun di tahun 2015 menjadi Rp3.466,96 triliun pada 2017. Peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018-Februari menembus angka Rp4.034,8 triliun, dan pada APBN 2018 mencapai 4.772 triliun.

Disisi lain, INDEF memandang struktur belanja modal relatif stagnan, meski utang meningkat. Porsi belanja infrastruktur memang meningkat tajam pada tahun 2015 dengan proporsi di APBN sebesar 18,21 persen.

Namun, pada tahun berikutnya postur belanja modal kembali lagi ke angka 14-15 persen. Sementra porsi belanja untuk pembayaran kewajiban utang telah mencapai 16,81 persen.

Utang luar negeri pemerintah menyalip utang luar negeri swasta di tahun 2017. Pada 2017, utang luar negeri pemerintah sebesar US$177.318,21 juta, sementara utang luar negeri swasta sebesar US$171.624.9 juta.

Swasta sudah mulai mengerem utang dari luar negeri. Pada tahun 2015 utang luar negeri swasta hanya tumbuh 2,77 persen, padahal 2014 masih tumbuh 14,75 persen.

Utang Pemerintah bergantung pada SBN dengan persentase kepemilikan asing yang tinggi. Pemerintah menggeser dominasi utang luar negeri menjadi utang dalam negeri melalui penerbitan SBN. Pasalnya, SBN yang dimiliki asing mendominasi sejak 2014 dan terus berlanjut hingga Juni-2017 yang mencapai 39,5 persen dari total SBN.

Hal ini perlu diwaspadai karena rentan jika terjadi capital outflow akan sangat berisiko bagi stabilitas, pungkasnya.