Tujuh Infrastruktur Prioritas untuk Wujudkan KEK Batam

Oleh : Arya Mandala | Minggu, 18 Maret 2018 - 07:24 WIB

INDUSTRY.co.id - Batam, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP PBPB) Batam akan menawarkan tujuh proyek infrastruktur senilai Rp 93 triliun.

Proyek tadi merupakan syarat mewujudkan transformasi BP Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Pamor Batam sebagai kota industri dan perdagangan dianggap terus meredup.

Daya saingnya dalam hal investasi kalah, dari kota-kota sejenis di kawasan regional.

Batam bahkan tertinggal dari daerah-daerah yang sebelumnya pernah meniru konsep pengembangan Batam.

Misalnya Iskandar Regional Development Authority (IRDA) di Malaysia.

Tak hanya itu Batam kini tak lebih sebuah kota yang dikenal tempat menampung produk-produk ilegal, dengan harga selangit.

Fakta tadi membuat gerah pemerintah, makanya sejak tahun 2016 lalu pemeritah pusat mengubah status Batam dari kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) dan pelabuhan bebas menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Pemerintah memandang selama Batam masih menggunakan konsep FTZ, maka kawasan itu akan sulit berkembang.

Sebab dewasa ini konsep tersebut sudah usang.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan seiring dengan globalisasi dan perkembangan kerjasama antar-negara di kawasan, kecenderungan regional sekarang sudah berbeda.

Misalnya, pengembangan kawasan ekonomi khusus atau Special Economics Zone (SES) atau pengembangan Export Processing Zone atau Bonded Logistic Center (Pusat Logistik Berikat).

Pemeritah menganggap konsep KEK lebih tepat bagi Batam.

Namun masalahnya, Kawasan Batam juga sudah terlanjur menjadi pemukiman.

Untuk itu pemerintah harus menciptakan desain baru bagi Batam dengan mambangun kawasan investasi di luar kawasan pemukiman.

"Karena itu pemerintah tidak akan mengubah fasilitas yang sudah ada di pemukiman. Tapi kami ingin menciptakan kawasan lain di Batam yang bukan permukiman menjadi KEK, kata Darmin beberapa waktu lalu.

Terkait hal itu, tentu saja pembangunan infrastruktur dalam mengakomodir dua urusan tadi, kawasan pemukiman sekaligus KEK menjadi sangat penting dilakukan.

Pun sampai saat ini Pemerintah masih memikirkan konsep Masterplan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam, termasuk industrinya sebagaimana dalam rapat koordinasi yang digelar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada hari ini, Selasa, 6 Maret 2018.

Beberapa poin yang dibahas meliputi model ekonomi, kondisi infrastruktur, tata ruang beserta rencana pengembangannya, hingga kebijakan yang dibutuhkan.

Rapat yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution tersebut, dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Kepala BP PBPB Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, dan perwakilan dari beberapa kementerian/lembaga terkait.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berpendapat, harus ada timeline yang jelas dalam masa transisi FTZ menjadi KEK di Batam ini.

"Mulai dari identifikasi cluster-cluster Kawasan Industri, penyiapan sarana dan prasarana termasuk IT System, business process, serta penyiapan SDM," kata Sri Mulyani.

Adapun Menko Darmin menekankan perlunya skala prioritas dan cluster KEK Batam yang final.

Untuk cluster itu perlu segera difinalkan. Apa saja persisnya, bagaimana visi yang menyangkut kegiatan ke depannya, potensi industri, serta potensi pariwisatanya, kata Darmin.

Sementara itu Kepala BP PBPB Batam Lukita Dinarsyah Tuwo menyorot pentingnya mempercepat pembangunan infrastruktur sebagai syarat mewujudkan Batam sebagai KEK.

Lukita yakin ketersediaan infrastruktur prioritas yang harus tersedia selama tiga tahun masa transisi BP Batam menjadi KEK dapat mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7%.

Proyek-proyek strategis tersebut adalah Bandara Hang Nadim, Waduk Tembesi, Pelabuhan Batu Ampar, Rumah Susun, Tanjung Sauh Container Port Project, Jembatan Batam-Bintan, dan Light Rail Transit (LRT) Batam.

Untuk mengejar pembangunan proyek tersebut, pihaknya membutuhkan dana hingga Rp 93 triliun.

Karena itu pihaknya akan menawarkan pembangunan infrastruktur tadi pada pihak lain dengan skema kerjasama.

Skema kerjasama tersebut diuraikan Lukita terdiri dari, Pertama, pengembangan Bandara Hang Nadim menjadi logistical airport city.

Proyek ini ditawarkan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan nilai investasi Rp 2,7 triliun.

Rencananya, Bandara ini akan melayani aktivitas kebandarudaraan termasuk pengelolaan kargo. Selain itu akan dibangun kawasan komersial pada lahan seluas 40 hektare (ha).

Diharapkan untuk menunjang aktivitas logistik, renovasi terminal 1 bisa dilakukan dalam kurun waktu satu tahun, serta pembangunan terminal 2 bisa terwujud dalam empat tahun sejak perjanjian KPBU.

"Kami sedang market sounding,"ujar Lukita.

Kedua, pengembangan Pelabuhan Batu Ampar yang terdiri dari dua tahap pembangunan dengan target kapasitas 2 juta TEUs.

Proyek ini ditawarkan dengan nilai investasi Rp 2,16 triliun. Skema pendanaan akan dilakukan BP Batam dengan konsorsium PT Pelindo I. Target konstruksi pada tahun 2019 dengan target tahun 2021.

Ketiga, pembangunan water treatment plan (WTP) Tembesi yang akan ditawarkan dengan KPBU dengan nilai investasi diperkirakan Rp 400 miliar.

Rencananya, pada Maret 2018 akan dilakukan lelang proyek ini, serta pada awal tahun 2019 akan dilelang konsesi penyedia air minum.

Keempat, pengembangan Pelabuhan Tanjung Sauh yang akan ditawarkan dalam proses joint venture yang bertujuan untuk mengembangkan terminal kontainer dengan target kapasitas lebih dari 18 juta TEUs.

Nilai investasi US$ 4 miliar, BP Batam menawarkan skema pendanaan proyek ini dengan APBN, KPBU dengan dukungan pemerintah atau murni swasta.

Kelima, Jembatan Batam-Bintan akan menjadi infrastruktur yang menggabungkan dua pulau Batam dan Bintan menjadi satu area yang terintegrasi.

Skema pendanaan infrastruktur ini akan menggunakan APBN yang berasal dari pinjaman, atau KPBU dengan kompensasi tertentu bagi pihak swasta.

Nilai investasi jembatan tersebut diestimasi Rp 13 triliun. Rencananya, pada tahun 2019 jembatan ini mulai dikonstruksi dengan target operasional di tahun 2023.

Keenam, pembangunan rumah susun (rusun) sebanyak 300 tower dengan estimasi nilai investasi Rp 7,2 triliun.

BP Batam menilai pembangunan rusun diperlukan lantaran daya dukung lahan sudah terbatas.

"Untuk menuju pembangunan rumah susun yang layak dengan fasilitas yang memadai, kami dapat dukungan dari Kementerian PUPR untuk membangun rusun," ujar Lukita.

Ketujuh, pembangunan light rail transit (LRT) Batam yang akan menghubungkan Batam Centre ke Tanjung Uncang melalui Muka Kuning dan Batu Ampar ke Bandara Hang Nadim.

Dengan nilai investasi Rp 12,9 triliun, BP Batam akan menawarkan skema pendanaan melalui KPBU.

LRT ini ditargetkan untuk bisa konstruksi pada tahun 2023 dengan target operasi tahun 2025.

"Tapi akan kami lihat lagi karena dari risk ridership memang perlu 30 tahun (hingga pengembalian modal)," ujarnya.

Sementara Darmin mengatakan pemerintah akan mendesain ekonomi Batam agar makin banyak investor yang menanamkan modalnya di pulau ini.

Dia juga mengingatkan agar konsep ini tidak berhenti pada perencanaan saja.

"Agar semakin banyak yang bersemangat investasi di Batam," ujar Darmin.