Hikayat Kartu Kuning

Oleh : Jaya Suprana | Kamis, 08 Februari 2018 - 12:16 WIB

INDUSTRY.co.id - Warna kuning merupakan warna seragam para mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Namun akhir-akhir ini warna kuning popular sebagai warna kartu yang diacungkan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UI ketika Presiden Jokowi berkunjung ke UI.

Satu di antara sekian banyak alasan pengacungan kartu kuning adalah kerisauan terhadap tragedi anak-anak kurang gizi di Papua.

Berbaik Hati

Sebenarnya Presiden Jokowi sudah berbaik hati ingin memberangkatkan Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa ke Asmat, Papua agar dapat melihat sendiri mengenai apa yang sebenarnya terjadi di kenyataan lapangan. Namun ternyata Ketua BEM UI pengacung kartu kuning itu memilih berangkat dengan biaya yang dihimpun sendiri.

"Jangan sampai uang negara cuma digunakan untuk memberangkatkan mahasiswa. Biarkan kami menggunakan uang kami sendiri untuk berangkat ke Asmat," kata Zaadit melalui konferensi pers 6 Februari 2018.

Zaadit Taqwa atas nama BEM UI dan BEM fakultas se-UI telah menghimpun dana lewat situs penggalangan dana di internet. Zaadit Taqwa menyarankan uang yang sedianya bakal dialokasikan untuk pemberangkatan mahasiswa ke Asmat dialihkan ke hal lain yang bisa mempercepat perbaikan kondisi kesehatan anak-anak Asmat.

Kreatif

Sebagai warga awam politik, saya pribadi tidak berani melibatkan diri ke dalam polemik mengenai latar belakang politiskasus kartu kuning dan sempritan yang ditiup Zaadit Taqwa menyambut kunjungan Presiden Jokowi ke UI.

Namun sebagai pendiri Perhimpunan Pencinta Humor dan peneliti humor serta penulis buku Humorologi, saya menghargai kreatifitas indera humor Zaadit Taqwa yang menyampaikan kritik bukan dengan perilaku kekerasan namun dengan tiupan peluit dan acungan kartu kuning seperti yang lazim dilakukan wasit pertandingan sepakbola.

Melalui jalur humor, Zaadit Taqwa memberikan suriteladan kedewasaan sikap dan perilaku di dalam suasana alam demokrasi.

Generasi Zaman Now

Kekaguman saya terhadap anak muda generasi zama now ini makin bertambah setelah mengetahui bahwa ternyata Zaadit Taqwa bersama para rekan di BEM UI memilih berangkat ke Papua bukan atas biaya pemerintah namun dengan biaya yang dihimpun secara mandiri bahkan sambil menyarankan agar dana yang sedianya bakal dialokasikan untuk pemberangkatan mahasiswa ke Asmat dialihkan ke hal lain yang bisa mempercepat perbaikan kondisi di Asmat.

Berarti Zaadil Taqwa bukan saja memiliki kreatifitas indera humor di samping kedewasaan sikap dalam berdemokrasi plus peduli kemanusiaan namun juga semangat kemandirian yang tidak menuntut apa yang dapat diberikan negara untuk diri sendiri namun justru menuntut apa yang dapat dilakukan oleh diri sendiri bagi negara.

Kesemua budi pekerti luhur itu benar-benar layak diangkat menjadi suri teladan bagi para generasi muda sebagai para calon pemimpin bangsa, negara dan rakyat Indonesia di masa depan.

Jaya Suprana:  Pendiri Perhimpunan Pencinta Humor dan Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan_