Komitmen PGN Penuhi Kebutuhan Gas Industri di 2018

Oleh : Arya Mandala | Minggu, 04 Februari 2018 - 20:22 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) berkomitmen memenuhi kebutuhan gas industri sepanjang 2018. Ini merupakan upaya Perusahaan dalam mendukung tercapainya target pertumbuhan industri sebesar 5,67%.

Ketersediaan energi yang cukup merupakan faktor penting dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, yang pada akhirnya berperan dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Karena itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong badan usaha di sektor energi untuk turut berpartisipasi memenuhi kebutuhan energi nasional di tahun 2018.

Secara khusus, ketersediaan energi menjadi pendorong penting bagi Kemenperin dalam mencapai target pertumbuhan industri 2018 yang ditetapkan sebesar 5,67 persen.

Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian menuturkan, salah satu penopang pertumbuhan industri adalah sektor non migas.

Sektor ini menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia karena mampu memberikan efek turunan yang luas ke masyarakat.

Selain bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja, suatu kawasan industri bisa menggerakkan investasi dan meningkatkan nilai ekspor.

Pada kuartal III 2017, realisasi pertumbuhan industri Indonesia 5,49 persen di atas realisasi pertumbuhan ekonomi 5,06 persen.

"Tahun 2018 kami targetkan 5,67 persen," kata Haris beberapa waktu lalu.

Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin ini menambahkan, optimisme instansinya bahwa kinerja industri manufaktur bisa meningkat tahun depan akan ditopang oleh beberapa sektor yaitu makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, kertas dan bubur kertas, farmasi, logam dasar, alat angkut, dan elektronika.

"Untuk dapat menjamin sektor-sektor industri itu bisa bekerja maksimal, diperlukan ketahanan dan jaminan pasokan energi yaitu gas dan listrik," ujarnya.

Sementara Adi Munandir, Head of Marketing and Product Development Division PGN mengatakan, PGN siap mengamankan pasokan gas bumi untuk membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan industri tahun 2018.

"Kami siap membantu pemerintah dalam pengelolaan gas bumi terintegrasi," kata Adi.

Menurut Adi, perencanaan dan aksi industri yang terintegrasi dengan distribusi gas bumi menjadi salah satu cara untuk menjaga pertumbuhan industri dalam jangka panjang.

"Hanya dengan kebijakan gas terintegrasi, maka gas domestik bisa dimanfaatkan secara optimal untuk industri dalam negeri, sekaligus bisa mendukung terciptanya pasar baru," jelas Adi.

Menurut Adi, PGN juga sudah menyiapkan PGN 360 degree integrated solution, dengan mengembangkan lini bisnis perusahaan di semua mata rantai distribusi mulai dari penyediaan, infrastruktur, pemanfaatan, dan layanan pendukungnya bagi pelanggan.

Sementara Faisal Basri, Ekonom Universitas Indonesia yang juga tampil sebagai pembicara dalam seminar tersebut, mengingatkan pemerintah untuk menjaga konsistensi kebijakan jika ingin membantu pelaku industri meningkatkan kinerjanya ke depan.

Faisal mencatat, Pemerintah Indonesia kerap mengubah-ubah kebijakan di bidang energi yang justru merugikan investor sektor industri non migas.

Ia mempertanyakan mengapa PT PLN (Persero) justru diizinkan untuk memiliki FSRU di Sumatera Utara, padahal BUMN lain sudah memiliki FSRU di Lampung yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh PLN.

Pemerintah juga banyak membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mendorong industri masuk.

"Padahal KEK itu konsep yang sudah kuno karena bea masuk di Indonesia sebenarnya sudah nyaris 0 persen, mengapa harus ada KEK lagi karena hanya akan menjadi pintu masuk barang selundupan seperti Batam," tegas Faisal.

Terlebih, penetapan suatu daerah menjadi KEK tidak mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur energi seperti pipa dan sumur gas yang didedikasikan untuk kebutuhan pelaku industri di dalam kawasan itu.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang dalam tren pelemahan dan terus turun dalam tiga tahun terakhir.

Mengapa pertumbuhan ekonomi terus melemah, karena manufakturnya mengalami deindustrialisasi yang prematur padahal berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak.

"Ini seharusnya menjadi warning bagi Pak Presiden Jokowi, yang sayangnya tidak pernah blusukan ke pabrik-pabrik, " kata Faisal.

Usulkan Impor Gas

Harga gas yang masih tetap tinggi atau diatas level U$$ 6 per juta british thermal unit (MMBTU) selama ini meresahkan pelaku industri.

Fakta ini ditanggapi serius Kementerian Perindustrin (Kemenperin). Saat ini Kemenperin mengaku tengah berjuang agar harga gas bisa sesuai keinginan pelaku industri swasta tadi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin, Haris Munandar mengatakan saat ini pihaknya tengah mengkaji sejumlah opsi untuk menurunkan harga gas di level US$ 6 per juta MMBTU. Salah satu opsi yang dikaji adalah impor dari luar negeri.

"Kami sedang perjuangkan, kalau memang tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri, mungkin kita impor, " ujar Haris.

Meski begitu Haris tidak bisa memastikan kapan opsi impor gas diputuskan, sebab menurutnya pihaknya juga mempertimbangkan opsi lain seperti usulan pemotongan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari gas yang pada akhirnya akan menurunkan harga gas industri, serta pemotongan rantai distribusi gas agar harga ditingkat pengguna menurun.

Memang belum tentu harga impor otomatis lebih murah, makanya kita bisa siapkan infrastrukturnya dulu.

Tapi itu bukan satu-satunya opsi, banyak opsi selain impor, imbuhnya. Bagi Kemenperin penurunan harga gas industri merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai target pertumbuhan industri nasional yang dicanangkan Kemenperin di level 5,67% di tahun 2018.

Sebab harga gas yang tinggi akan berdampak pada tertahannya investasi industri.

"Salah satu faktor (mencapai target) kan dari investasi, pasti kalau targetnya begitu pasti kita optimistis investasi akan naik, " ujarnya.

Terkait target investasi sendiri, pada tahun 2018 Kemenperin mematok angka cukup fantasis sebesar Rp 400 triliun Rp 500 triliun.

" Untuk tahun ini kita targetkan mencapai Rp 300 triliun dan saat ini berada di angka Rp 270 triliun," ujarnya.

Pertumbuhan investasi 2018 dikatakan Haris diharapkan pada empat sektor yakni pembangunan smalter di pertambangan, lalu pembangunan kawasan industri, lalu pada industri petrokimia serta agro.

"Kontribusinya bukan hanya pada investasi baru tetapi juga perluasan atau ekspansi perusahaan eksisting, " ujarnya.