Tak Kunjung Untung, Serikat Pekerja Minta Menteri BUMN Evaluasi Kinerja Direksi Garuda Indonesia

Oleh : Ridwan | Selasa, 23 Januari 2018 - 13:58 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Serikat Pekerja Garuda Indonesia Bersatu yang terdiri dari Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

"Kami meminta Presiden dan Menteri BUMN untuk mengevaluasi Direksi saat ini dan melakukan pergantian direksi dengan mengutamakan direksi yang profesional yang berasal dari internal PT. Garuda Indonesia," ujar Ahmad Irfan, Ketua Umum Sekarga, saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/1/2018).

Ia mengatakan, saat ini kondisi perusahaan plat merah tempatnya bernaung sangatlah parah.

Menurutnya, ada 6 hal yang dipersoalkan oleh serikat pekerja ini sehingga Garuda Indonesia harus berbenah diri sesegera mungkin.

Pertama program efisiensi yang dilakukan perusahaan cenderung sangat sporadis dan yang terjadi adalah cutting cost atau pemotongan biaya sehingga menganggu kegiatan Operasional.

"Perlu pertimbangan skala prioritasnya dalam sisi pengeluaran. Garuda itu ada di posisi layanan bintang 5, kalau anda pergi ke daerah setiap eksekutif class ada layanan food bagasinya, sekarang cuma ada di dua kota. Pengurangan service terjadi, kita bintang lima tapi service diturunin. Jadi tolong hak pengguna jasa jangan dikurangi. Faktor safety terutama juga jangan dikurangi," katanya.

Hal kedua adalah pemborosan biaya organisasi karena jumlah direksi saat ini 9 orang sementara sebelumnya hanya 6 orang. Penambahan direksi itu pun juga tidak sejalan dengan komitmen perusahaan dalam melakukan efisiensi dan tidak diikuti dengan peningkatan kinerja dibandingkan sebelumnya.

"Di perusahaan airlines itu yang ada direktur utama, direktur teknik, operasi, komersial, dirkeu, dan dir pesonalia. Ini yang biasa ada di airlines besar di dunia. Garuda sudah rugi nambah direksi. Ini yang menurut kami sangat kurang tepat," tegas dia.

Penambahan armada juga tidak diikuti oleh kemampuan manajemen untuk membuat strategi penjualan produk penumpang dan cargo dimana peningkatan pendapatan hanya sebesar 8,6% sementara peningkatan biaya sebesar 12,6%.

"Garuda adalah perusahaan penerbangan yang tidak memiliki pesawat fighter, tapi ada direktur Kargo. Dan sekarang pendapatan kargo kita tidak terlalu baik setelah ada penambahan direksi tidak signifikan. Berikutnya ada penambahan direktur produksi, padahal ada direktur operasi dan direktur teknik. sehingga tumpang tindih," tegas Ahmad Irfan.

Masalah keempat adalah kinerja keuangan Garuda Indonesia sampai dengan kuartal III 2017 yang semakin merosot dengan kerugian sebesar USD 207,5 juta. Bahkan nilai saham emiten berkode GIAA per 19 Januari 2018 ini juga anjlok hanya Rp314 per lembar atau turun 58% dari nilai saham saat pertama kali IPO.

Masalah kelima adalah terjadi penurunan kinerja operasional Garuda Indonesia yang berdampak pada penundaan dan pembatalan penerbangan. Yang paling signifikan menurut serikat pekerja adalah pada saat bulan Desember atau puncak masa liburan.

"Kondisi ini sangat merusak citra baik perusahaan. Sehingga ada media mengatakan bahwa Garuda adalah raja delay. Itu yang kami sangat sedih dan prihatin," kata captain Bintang Hardiono, Presiden APG di saat yang sama.

Keenam adalah kondisi hubungan industrial yang saat ini tidak harmonis karena perusahaan banyak melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama atau perjanjian kerja profesi yang sudah disepakati sehingga banyak konflik.

"Salah satu yang berhubungan dengan perjanjian kerja bersama adalah rekrutmen penerbang. Rekrutmen penerbang itu ada dua sistem satu pegawai tetap dan PKWT. PKWT itu ada masa waktunya dan sebagai breeging, kalau kekurangan orang atau ada pesawat baru dan kita harus pakai pilot yang sudah ready, itu boleh kontrak. Tapi faktanya sekarang ini semua dilakukan perekrutan PKWT. Jadi kekuatan pilot garuda ini membahayakan. Kalau kontrak habis pilot kabur, nah pilotnya mau cari dimana," pungkasnya.