BI Tambah Stimulus Longgarkan Likuiditas Perbankan

Oleh : Herry Barus | Jumat, 19 Januari 2018 - 07:44 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Bank Indonesia kembali memperlonggar pengelolaan likuiditas perbankan dengan meningkatkan porsi penghitungan rata-rata menjadi dua persen dari 1,5 persen untuk Giro Wajib Minimum-Primer (GWM-P Averaging) denominasi rupiah.

Perlonggar pengelolaan likuiditas perbankan itu dilakukan di tengah sasaran bank sentral untuk memulihkan pertumbuhan kredit ke dua digit di 10-12 persen pada 2018.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis malam, (18/1/2018) mengatakan porsi perhitungan rata-rata "GWM-P Averaging" menjadi dua persen dari total GWM-P yang sebesar 6,5 persen berlaku pada 16 Juli 2018.

"Ini kelanjutan dari reformasi kerangka operasional kebijakan moneter dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, mendukung fleksibilitas manajemen likuiditas perbankan, dan mempercepat pendalaman pasar keuangan," kata Dody seperti dilansir Antara.

Rasio GWM-Primer merupakan simpanan minimum bank dalam rupiah atau valas di giro BI. Dengan konsep "GWM-P Averaging", BI akan menghitung dana milik bank yang diwajibkan untuk disimpan di giro Bank Indonesia secara rata-rata per periode. Porsi yang dihitung rata-rata adalah sebesar dua persen dari total GWM-P Averaging 6,5 persen.

BI mengharapkan dengan pelonggaran kembali GWM-P, perbankan dapat lebih leluasa mengelola likuiditasnya sehingga meringankan biaya dana dan menambah akselerasi penyaluran kredit. Pada 2018, BI tampak berharap banyak fungsi intermediasi perbankan meningkat drastis, karena risiko kredit bermasalah yang mulai menurun dan perbaikan ekonomi makro.

"Dengan begitu perbankan punya 'room' untuk mendapatkan pengelolaan yang cukup baik. Ini juga membantu memberi sinyal kepada intermediasi perbankan agar lebih baik," ujar dia.

Dody menuturkan perbankan juga dapat menyimpan kelebihan likuiditas hasil relaksasi tersebut di surat utang sehingga turut memperdalam pasar keuangan.

Selain GWM-P rupiah, BI juga menerapkan perhitungan rata-rata "GWM Averaging" sebesar dua persen dari DPK darin total GWM-P sebesar delapan persen. Untuk bank umum syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), dari total GWM-P Rupiah sebesar lima persen dari DPK, porsi GWM Averaging mulai diberlakukan sebesar dua persen dari DPK.

"Untuk implementasi GWM Rata-rata valas bank umum konvensional dan GWM Rata-rata rupiah bank syariah akan mulai diberlakukan pada 1 Oktober 2018," ujarnya.